Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar RI untuk China, Djauhari Oratmangun, menceritakan Indonesia kini terus gencar melakukan penetrasi ke pasar digital China dan menjamah perusahaan unicorn di sana semisal Tiktok dan Alibaba.
Djauhari mengatakan, beberapa hari lalu KBRI di Beijing baru saja melakukan submitting proposal kerjasama dengan Alibaba. Perwakilan Indonesia di Negeri Tirai Bambu juga disebutnya tengah menjajaki kerjasama dengan platform digital Jd.com.
Advertisement
"Ini saya sedang berkonsultasi Jd.com untuk membuka paviliun Indonesia di Jd.com. Jadi kerjasama sudah kita lakukan, misalnya itu Tiktok, itu terbesar ketiga di sini. Lalu dengan Alibaba and Financial, Jd.com, dan lain-lain," ungkapnya dalam suatu webinar, dikutip Rabu (3/2/2021).
Pada 11 November 2020, ia melanjutkan, KBRI China juga telah melakukan soft launching program digital IDN Store untuk bantu memasarkan produk UMKM di Tanah Tiongkok.
"Tanggal 14 Januari lalu pak Mendag (Muhammad Lutfi) juga telah meresmikan platform tersebut," ungkap Djauhari.
Menurut dia, terlepas dari tantangan dan batasan yang muncul di era pandemi Covid-19 saat ini, Indonesia telah berhasil merangkul pelaku e-commerce besar di China. Djauhari berharap itu dapat terus dikembangkan pada 2021 ini.
"Mudah-mudahan di 2021 hubungan baik antara Indonesia dan Tiongkok harus terefleksikan di angka-angka. Karena dulu kita adalah strategic partnership sejak 6 tahun yang lalu kita tingkatkan jadi comprehensive strategic partnership," tuturnya.
"Kalau dulu teman sekarang jadi sahabat, dan terhadap sahabat harus ada perlakuan-perlakuan istimewa, dan itu harus terefleksikan di angka-angka ekspor, investasi, dan tourism economy serta digital economy," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Nilai Perdagangan Indonesia-China Tembus Rp 1.097 Triliun di 2020
Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun melaporkan, total transaksi perdagangan antara Indonesia dan China pada 2020 lalu mencapai angka USD 78,37 miliar, atau sekitar Rp 1.097 triliun (kurs Rp 14.000 per dolar AS).
Djauhari mengatakan, perolehan tersebut terbantu berkat penyaluran ekspor Indonesia ke Negeri Tirai Bambu yang naik 10,13 persen di sepanjang tahun lalu. Sementara angka impor dari China justru menurun tajam.
"Dengan demikian, defisit perdagangan menurun nyaris 70 persen selama 2020 pada saat adanya pandemi. Jadi menurut hemat saya apresiasi yang tinggi terhadap eksportir-eksportir kita," kata Djauhari dalam suatu sesi webinar, Selasa (2/2/2021).
Menurut dia, Kedutaan Besar RI di China ke depan akan terus bantu memfasilitasi transaksi perdagangan antara kedua negara. "Kalau itu semua sudah terbuka tentunya manuvernya itu pelaku-pelaku ekonomi," sambungnya.
Selain perdagangan, Djauhari melanjutkan, realisasi investasi China ke Indonesia pun melonjak tajam hingga 95,6 persen pada 2020 menjadi USD 4,8 miliar. Catatan tersebut menjadikan Tiongkok jadi investor terbesar kedua Indonesia pada tahun lalu di bawah Singapura, dengan realisasi sekitar USD 9,8 miliar.
"Sekarang realisasi di 2020 itu Tiongkok ranking kedua USD 4,8 miliar, Hong Kong ranking ketiga USD 3,5 miliar. Ini naik 20,7 persen dari tahun sebelumnya," jelas Djauhari.
Advertisement
Di Sidang WTO, Mendag Lutfi Tekankan Pentingnya Reformasi Organisasi Perdagangan Dunia
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menegaskan, reformasi Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan global. Salah satunya, krisis yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.
“Pandemi Covid-19 telah mempengaruhi stabilitas ekonomi global dan menjadi perhatian seluruh anggota WTO. Untuk itu, reformasi WTO diperlukan untuk mendukung peran strategis WTO dalam menghadapi tantangan global, khususnya krisis yang disebabkan pandemi,” kata Muhammad Lutfi dalam Informal WTO Ministerial Gathering atau Pertemuan Informal Tingkat Menteri WTO, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Senin (1/2/2021).
Untuk diketahui, pertemuan ini diikuti 29 negara anggota dengan agenda untuk membahas peran WTO menghadapi tantangan global di tengah pandemi dalam pemulihan ekonomi dan prioritas persiapan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-12.
Dalam pertemuan ini, mayoritas perwakilan pemerintah negara menyampaikan komitmen menjaga kredibilitas sistem perdagangan multilateral dan juga mendesak beberapa hal yang harus diselesaikan saat ini. Di antaranya penunjukan Direktur Jenderal WTO yang baru dan anggota Badan Tingkat Banding guna memulihkan kembali fungsi sistem penyelesaian sengketa di WTO.
“Dalam mengembalikan kepemimpinan di WTO, sangatlah penting untuk menyelesaikan penunjukan Dirjen WTO yang baru, serta mengembalikan kepercayaan global pada sistem perdagangan multilateral melalui penunjukan anggota pada Badan Tingkat Banding WTO,” jelas Mendag.
Pertemuan ini juga menyoroti relevansi perdagangan dan peran WTO dalam mengatasi pandemi dan mendorong pemulihan. Mayoritas perwakilan pemerintah negara menekankan pentingnya kepastian akses yang adil dan terjangkau untuk barang-barang medis, termasuk vaksin, serta langkah-langkah untuk memfasilitasi perdagangan, kekayaan intelektual, dan transparansi.
“Kita harus memberikan dukungan terhadap proposal anggota WTO untuk pencegahan, penanganan, dan pengobatan Covid-19. Seperti usulan pengabaian ketentuan tertentu dari Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) Agreement," kata dia.
"Apabila diperlukan, kita mengupayakan kesepakatan tingkat Menteri agar tindakan-tindakan tersebut bersifat sementara, mempunyai target, dan proposional sehingga tidak disengketakan di WTO di kemudian hari,” lanjut Mendag.