Liputan6.com, Jakarta Sebagian orang masih ragu menjalankan vaksinasi COVID-19 karena takut mengalami efek samping atau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI).
Menurut Peneliti Utama Uji Klinis Vaksin COVID-19 Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Kusnandi Rusmil, KIPI adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, tapi KIPI tidak serta merta selalu memiliki hubungan sebab akibat dengan penggunaan vaksin.
Advertisement
“Jadi setiap kita melakukan imunisasi itu ada kejadian medik yang berhubungan tapi tidak selalu berhubungan dengan vaksinnya, bisa berhubungan bisa tidak,” ujar Kusnadi dalam webinar Kementerian Kesehatan, Rabu (3/2/2021).
Kusnandi menambahkan, KIPI menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) dapat terjadi akibat reaksi suntikan, kebetulan, kesalahan pelaksanaan tau prosedur imunisasi, reaksi vaksin, atau tidak diketahui.
“Bisa tidak diketahui karena vaksinnya baru jadi kita harus berhati-hati karena belum punya pengalaman jadi segala reaksi imunisasinya untuk vaksin COVID-19 ini perlu kita tulis dan kita cari.”
Vaksin sendiri berpotensi mendatangkan efek farmakologi, efek samping, interaksi obat, dan intoleransi. Efek-efek ini bisa timbul akibat kepekaan seseorang terhadap unsur vaksin baik karena faktor genetik maupun alergi terhadap kandungan vaksin.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Berikut Ini
Faktor di Luar Vaksin
Selain akibat kandungan vaksin, KIPI juga dapat ditimbulkan oleh faktor lain di luar vaksin seperti kesalahan teknik pembuatan, pengadaan, distribusi, dan penyimpanan vaksin. Serta, kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan vaksinasi atau semata-mata karena kebetulan.
“Upamanya vaksinnya beku, itu tentu tidak efektif dan bisa menyebabkan efek lain seperti bengkak dan sebagainya.”
Kesalahan prosedur pelaksanaan juga sangat berkontribusi dalam menimbulkan KIPI. Misal, salah suntik, salah pakai jarum, dan sebagainya.
Faktor lainnya adalah kesalahan program, misal pemakaian ulang alat suntik atau jarum, vaksin terkontaminasi, pemakaian sisa alat untuk beberapa sesi, dan salah pakai pelarut vaksin.
“Pemakaian ulang alat suntik mungkin tidak terjadi karena kita pakai yang baru. Salah pakai pelarut juga mungkin tidak terjadi karena vaksin sudah dalam botol dan tidak perlu dicampur-campur lagi,” tutupnya.
Advertisement