Liputan6.com, Yangon - China menolak pernyataan Dewan Keamanan PBB yang mengutuk kudeta militer Myanmar. Militer mengambil alih kekuasaan di negara yang terletak di Asia Tenggara itu pada Senin 1 Februari setelah menangkap pemimpin politik Aung San Suu Kyi dan ratusan anggota parlemen lainnya.
Para pemimpin kudeta sejak itu membentuk dewan tertinggi baru yang akan berada di atas kabinet, demikian dikutip dari laman BBC, Rabu (3/2/2021)
Baca Juga
Advertisement
Di kota terbesar Myanmar, Yangon, tanda-tanda perlawanan dan pembangkangan sipil telah berkembang. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa bertemu pada Selasa 2 Februari tetapi gagal menyetujui pernyataan bersama setelah China tidak mendukungnya.
Pernyataan bersama akan membutuhkan dukungan China yang memegang hak veto sebagai anggota tetap Dewan Keamanan (PBB).
Menjelang perundingan, Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner mengutuk keras pengambilalihan militer yang terjadi setelah tentara menolak menerima hasil pemilihan umum yang diadakan pada November 2020.
Dia mengatakan jelas bahwa "hasil pemilu Myanmar baru-baru ini adalah kemenangan telak" bagi partai Suu Kyi.
Simak video pilihan di bawah ini:
Masalah internal
"Melalui kebijakan luar negeri yang setara, China tampaknya menandakan dukungan diam-diamnya, bukan dukungan tegas, atas tindakan para jenderal," kata pakar Myanmar Elliott Prasse-Freeman dari National University of Singapore kepada BBC.
"China tampaknya melanjutkan seolah-olah ini adalah 'masalah internal' Myanmar di mana apa yang kami amati adalah 'perombakan kabinet', seperti yang dikatakan media pemerintah China."
Meskipun menurutnya pernyataan PBB tidak akan membuat perbedaan langsung, itu masih akan berfungsi sebagai "langkah pertama untuk menyatukan tanggapan internasional. Itu tampaknya tidak akan terjadi".
Aung San Suu Kyi, yang memimpin pemerintahan terpilih yang sekarang digulingkan, tidak terlihat lagi sejak dia ditahan oleh militer pada Senin pagi.
Puluhan orang lainnya juga masih ditahan, termasuk Presiden Win Myint.
Advertisement
Tuntutan Politisi Myanmar
Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) menuntut pembebasannya segera pada Selasa (2/2). Ia juga meminta militer untuk menerima hasil pemilihan November, yang melihat NLD memenangkan lebih dari 80% suara.
Sementara itu, Amerika Serikat mengatakan tidak berhasil menghubungi militer Myanmar dan secara resmi menyatakan pengambilalihan itu sebagai kudeta.
Artinya, AS tidak bisa langsung membantu pemerintah, meski sebagian besar bantuannya masuk ke lembaga non-pemerintah.
Uni Eropa, Inggris, Australia dan lainnya juga mengutuk pengambilalihan tersebut.
Myanmar, yang juga dikenal sebagai Burma, diperintah oleh angkatan bersenjata hingga 2011, hingga akhirnya pemerintah sipil menggantikannya setelah itu.