Liputan6.com, Washington D.C- Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Selasa (2/2) membatalkan sejumlah kebijakan mantan presiden Donald Trump.
Pembatalan kebijakan itu salah satunya berkaitan dengan imigrasi dan tempat tinggal para imigran.
Advertisement
Pemerintahan Biden memerintah peninjauan proses tempat tinggal di perbatasan AS-Meksiko dan sistem imigrasi.
Selain itu, ia juga membentuk satuan tugas guna mempertemukan kembali keluarga migran yang dipisahkan imbas kebijakan "nol toleransi" Trump 2018 silam.
"Kami akan bekerja untuk menghapus rasa malu secara moral dan nasional dari pemerintahan sebelumnya yang secara langsung merenggut anak-anak dari pelukan keluarga mereka," kata Biden, saat menandatangani tiga perintah eksekutif terkait imigrasi di Gedung Putih, seperti dikutip dari US News, Rabu (3/2/2021).
Perintah eksekutif tersebut juga menyerukan serangkaian tinjauan dan laporan yang dapat memicu perubahan kebijakan dalam beberapa pekan dan bulan mendatang, juga memberikan bantuan langsung kepada imigran yang dilarang pada era pemerintahan Trump.
Sebelumnya, para pendukung imigrasi telah mendesak pemerintahan baru Demokrat untuk segera membatalkan kebijakan Trump, tetapi para penasihat Biden mengatakan mereka perlu waktu untuk mengatasi pembatasan imigrasi dan menerapkan sistem yang lebih ramah terhadap imigran.
"Ini tidak akan terjadi dalam semalam," ujar Sekretaris Pers Gedung Putih, Jen Psaki.
Diketahui bahwa membalikkan kebijakan Trump perlu dilakukan secara hati-hati. Kemudian bersamaan dengan itu, Biden mencoba mencegah lonjakan imigrasi ilegal.
Jika pemerintahannya bergerak terlalu cepat dan gagal mengikuti prosedur yang tepat, penentang Biden juga dapat menggagalkan atau memperlambat agendanya dengan tuntutan hukum.
Kewaspadaan itu dilakukan ketika Biden mencabut perintah yang dikenal sebagai "Title 42", yang dikeluarkan Trump untuk menghentikan penyebaran Virus Corona COVID-19 dan memungkinkan otoritas AS mengusir hampir semua orang yang tertangkap melintasi perbatasan secara ilegal.
Namun, dia mengamanatkan peninjauan Migrant Protection Protocols (MPP), yang memerintahkan 65.000 pencari suaka di Meksiko untuk menunggu sidang pengadilan mereka.
Sementara itu, di seberang perbatasan Meksiko, para migran yang terdaftar MPP mengatakan ingin mengetahui rencana Biden terkait program tersebut.
Saksikan Video Berikut Ini:
Respons Pencari Suaka hingga Pengamat
"Saya tidak mengerti mengapa dia tidak hanya mengatakan apa yang akan dia lakukan," ujar Yuri Gonzalez, seorang pencari suaka asal Kuba yang telah menunggu lebih dari setahun di Ciudad Juarez.
Mantan penjabat sekretaris Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, yakni Chad Wolf, menyebutkan dalam sebuah wawancara bahwa menghentikan MPP adalah sebuah kesalahan karena program itu telah menjadi pencegah yang efektif untuk imigrasi ilegal.
"Jika Anda mengalami lonjakan (migran), Anda mengambil salah satu alat Anda dari meja," kata Wolf, mengacu pada program tersebut.
Direktur Senior Komisi Pengungsi Perempuan yang berbasis di Kota New York, Michelle Brane, mengatakan para advokat berharap Biden menjadi "lebih cepat dan operasional", tetapi mereka juga akan "menunggu dan melihat" langkah konkret apa yang diambil lembaga imigrasi AS.
"Mengamankan perbatasan kita tidak mengharuskan mengabaikan kemanusiaan dari mereka yang berusaha untuk melintasinya," bunyi perintah yang berhubungan dengan suaka.
Di sisi lain, oposisi dari Partai Republik terus berlanjut, dan tuntutan hukum oleh kelompok konservatif berpotensi memperlambat agenda Biden.
Pekan lalu, seorang hakim federal memblokir sementara salah satu langkah imigrasi pertamanya, setelah Negara Bagian Texas yang dipimpin Partai Republik meminta perintah pengadilan.
Seorang analis kebijakan di Institut Kebijakan Migrasi yang berbasis di Washington, Sarah Pierce, menyebutkan bahwa jika Biden gagal mencegah lonjakan imigrasi ilegal di AS-Meksiko, ia mampu memberi amunisi kepada kubu Partai Republik dalam pemilihan kongres 2022 mendatang.
"Ini adalah hal yang menarik bagi pendukung Donald Trump," sebut Pierce.
Biden, di sisi lain, berjanji dalam kampanyenya pada pemilu 2020 lalu untuk bergerak cepat dalam menyatukan kembali orang tua dan anak-anak yang terpisah di perbatasan selatan.
Satuan tugas yang dibentuk pada Selasa (2/2) juga ditugaskan untuk memproses hal tersebut.
Advertisement