Liputan6.com, Jakarta - Sehubungan dengan dibentuknya Lembaga pengelola investasi (sovereign wealth fund/SWF) atau Indonesia Investment Authority (INA), pemerintah disarankan untuk mulai mengkaji berbagai langkah antisipatif.
Sehingga pemerintah bisa lebih siap jika kemudian hari SWF tumbuh menjadi institusi besar. Sebagai contoh, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas, Fakhrul Fulvian menyebutkan skandal Skandal 1MDB yang terjadi di Malaysia.
Advertisement
1MDB adalah dana investasi negara yang diluncurkan Najib Razak pada 2009, tak lama setelah menjabat sebagai perdana menteri. Portofolionya meliputi pembangkit listrik dan aset energi lainnya, di Malaysia dan Timur Tengah serta sebuah proyek real estate di Kuala Lumpur.
Alih-alih diawasi lembaga khusus, dana ini dipantau sendiri oleh Najib. Kekhawatiran akan 1MDB muncul pada 2014 lembaga ini terjebak dalam hutang hingga USD 11 miliar.
Skandal pun dibuka media lokal Sarawak Report dan mendapat perhatian internasional usai diberitakan Wall Street Journal. Pemberitaan media AS membeberkan dokumen bahwa Najib menerima USD 681 juta pembayaran ke rekening bank pribadinya.
"Kalau memang kita ingin membesarkan institusi ini, kita harus siapkan juga governance nya as if institusi ini akan besar,” kata dia dalam Diskusi Online INDEF "Menakar Untung-Rugi Lembaga Pengelola Investasi”, Rabu (3/2/2021).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Hindari Sentimen Too Big Too Fail
Saat ini, INA akan dimodali Rp 75 triliun untuk merealisasikan tujuan. Ke depan, Fakhrul menilai institusi ini akan menjadi besar sehingga dibutuhkan manajemen yang juga berbeda dengan nilainya saat ini.
Di sisi lain, Fakhrul mewanti-wanti adanya sentimen too big to fail. Umumnya institusi yang sudah besar, dinilai akan selalu berada pada posisi yang aman.
"Sebesar apapun institusi-nya, jangan pernah ada sentimen too big to fail. Karena kalau sudah sekali ada kejadian too big to fail, pasti akan terjadi moral hazard. Itu yang harus kita hindari,” pungkas dia.
Advertisement