Pertumbuhan Asuransi di Indonesia Kalah Jauh dari Filipina

Pertumbuhan sektor keuangan dan industri asuransi di Indonesia masih rendah, jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.

oleh Tira Santia diperbarui 04 Feb 2021, 14:32 WIB
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Sektor keuangan merupakan sektor yang berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi, namun pertumbuhan sektor keuangan dan industri asuransi di Indonesia masih rendah, jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal (JKPM) Arif Baharudin, mengatakan berdasarkan data World Bank 2017 penetrasi dan intensitas asuransi di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Thailand, bahkan Filipina.

“Memang sektor asuransi itu berada di tengah-tengah antara supply dan demand sektor keuangan. dalam 5 tahun terakhir persentase aset sektor keuangan terhadap PDB meningkat dari 68,6 persen  di tahun 2015 menjadi 72,3 persen di tahun 2019, atau rata-rata tumbuh sebesar 9,2 persen,” kata  Staf ahli Menkeu, dalam Konferensi Pers Peluang Menjawab Tantangan Gap Asuransi lewat Teknologi, Kamis (4/2/2021).

Namun pertumbuhan sektor keuangan tersebut terhadap PDB belum diikuti oleh pertumbuhan aset asuransi yang baik  pula terhadap PDB. Dalam periode yang sama hanya mengalami peningkatan  sekitar 1,7 persen, jika dibandingkan dengan negara tetangga.

“Tentu kita masih harus berjuang mengejar ketertinggalan apalagi dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia, bahkan dengan Filipina pun kita masih dibelakang,” ujarnya.

Lantaran, kata Arif, sektor keuangan Indonesia masih didominasi oleh sektor perbankan. dimana tahun 2019 aset perbankan Indonesia sebesar 76,2 persen dari seluruh sektor keuangan, sedangkan asuransi hanya berkontribusi 7,7 persen dari total aset sektor jasa keuangan.

Meskipun dalam 4 tahun terakhir aset industri asuransi  tumbuh 10,2 persen dibanding tahun 2015, namun kontribusi tersebut masih relatif kecil. Hal itu diimplikasikan dari kontribusi industri asuransi hanya 5,5 persen dari PDB tahun 2019,” jelasnya.

“Selain itu, tingkat penetrasi asuransi atau rasio premi per PDB di Indonesia menunjukkan angka yang harus diperjuangkan untuk ditingkatkan. Pada tahun 2019 penetrasi asuransi di kita masih ada di level 2,6 persen hanya tumbuh 0,3 persen dibanding tahun 2015,” pungkasnya.   

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sepanjang 2020, Klaim Asuransi Barang Milik Negara Capai Rp 1,14 Miliar

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu melelang sejumlah barang milik pejabat di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat pada Rabu (28/2/2018). (Fiki/Liputan6.com)

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat jumlah klaim asuransi Barang Milik Negara (BMN) sebesar Rp1,14 miliar sepanjang 2020. Adapun nilai klaim tersebut berasal dari 18 BMN yang terdampak bencana pada tahun lalu.

"Ada klaim di 2020? Ada. Realisasi klaim Rp1,14 miliar dari objek 18 NUP (aset) karena banjirnya enggak terlalu besar," kata Direktur Barang Milik Negara DJKN Kemenkeu Encep Sudarwan dalam bincang media, di Jakarta, Jumat (22/1).

Pada 2020, sebanyak 13 kementerian/lembaga (K/L) telah terdaftar sebagai peserta asuransi BMN, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Pertahanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Sosial, Kementerian PPN/Bappenas, DPR RI, DPD RI, BMKG, LKPP, Lemhannas, BPKP, dan LPP-TVRI.

"Dengan total 2.112 objek yang diasuransikan, ke 13 K/L tersebut dijamin oleh nilai pertanggungan sebesar Rp17,05 triliun," jelas dia.

Asuransi BMN diimplementasikan di tingkat K/L dengan metode umbrella contract yang ditandatangani oleh Kementerian Keuangan, dan disediakan oleh konsorsium asuransi. Asuransi BMN menggunakan satu tarif premi untuk seluruh K/L.

Dia menambahkan, asuransi BMN saat ini memiliki objek asuransi yang difokuskan kepada bangunan atau gedung yang memiliki dampak pada pelayanan publik dan kinerja pemerintah, seperti gedung kantor, bangunan pendidikan, dan rumah sakit.

"Dengan Asuransi BMN, pembiayaan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi diharapkan dapat menjadi lebih mudah karena tidak lagi perlu menunggu alokasi dari anggaran tahunan pemerintah," ungkapnya.

Program Asuransi BMN pertama kali digagas pada 2016, dan terus disempurnakan hingga terbit Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.06/2019 tentang Asuransi BMN. DJKN akan mendorong lebih banyak K/L yang mengasuransikan BMN yang dikelolanya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya