Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) menorehkan kinerja mentereng di 2020. Di tengah pandemi yang masih berlangsung, perusahaan bisa membukukan laba bersih sebesar USD 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun (asumsi kurs Rp 14.044).
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, ada beberapa upaya yang dilakukan dalam mencapai laba tersebut. Ini termasuk memotong biaya operasional sebesar 30 persen. "Untuk 2020, laba bersih USD 1 miliar atau Rp 14 triliun," ujar Nicke, Kamis (4/2/2021).
Advertisement
Adapun upaya yang diambil Pertamina dalam menggapai kinerjanya, kata Nicke Widyawati, dengan meningkatkan produktifitas hulu migas dan kilang.
Serta efisiensi di semua bidang seperti pemotongan opex (operating expense) hingga 30 persen dan prioritasi anggaran investasi.
Perolehan kinerja tersebut patut menjadi perhatian karena sebagian besar perusahaan minyak dan gas (migas) dunia justru mengalami kolaps di tengah pandemi seiring dengan menurunnya permintaan minyak.
Sebagai contoh, Exxon Mobile. Mengutip CNBC, kerugian perusahaan migas asal Amerika Serikat tersebut mencapai lebih dari USD 22,4 miliar pada 2020.
Padahal, tahun sebelumnya, Exxon masih mencatat laba sebesar USD 14,34 miliar atau sekitar Rp 200,9 triliun.
Demikian pula perusahaan migas British Petroleum (BP) merugi USD 5,7 miliar pada 2020. Ini merupakan yang pertama kalinya dalam satu dekade terakhir.
Kompetitor lainnya, Shell, melaporkan laba sebesar USD 4,85 miliar di tahun 2020, anjlok dibandingkan dengan laba tahun 2019 yang sebesar USD 16,5 miliar.
Kerugian juga ditanggung Chevron. Mengutip laman resminya, perusahaan migas ini juga mengalami kerugian USD 5,5 miliar akibat pandemi ini, dibandingkan pencapaian laba sebesar USD 2,92 miliar pada 2019.
Saksikan Video Ini
Target di 2021
Nicke juga menyebutkan tentang target di 2021. Penjualan ditargetkan naik 12 persen dari tahun 2020.
"Harga minyak pun trend nya naik dibanding tahun 2020. Dengan demikian laba bersih ditargetkan USD 2 miliar," kata dia.
Sementara investasi meningkat dua kali lipat menjadi USD 10,7 miliar. Sebagian besar dikatakan untuk meningkatkan cadangan dan produksi migas. Serta untuk membangun pabrik Petrokimia, dan membangun infrastruktur midstream & downstream Gas.
"Selain itu juga ada investasi untuk pengembangan pabrik EV battery dan pengembangan Green Hydrogen dari wilayah kerja panas bumi yang dimiliki Pertamina," dia menandaskan.
Advertisement