Liputan6.com, Jakarta - Kejadian jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 sudah 25 hari berlalu. Pencarian korban dan puing pesawat juga telah dihentikan.
Meski begitu, duka keluarga penumpang maupun kru pesawat Sriwijaya Air SJ 182 masih terasa. Begitu pula misteri sebab musabab jatuhnya pesawat nahas itu ke Perairan Kepulauan Seribu pada 9 Januari 2021 lalu.
Advertisement
Kini, tepat di hari ke-25 atau pada Rabu, 3 Februari 2021, detik-detik pesawat jatuh diungkap tim penyelidik. Empat menit peristiwa menegangkan itu terungkap.
Diketahui, pesawat yang membawa 62 orang, terdiri 2 Pilot, 4 awak kabin, dan 56 penumpang itu take off pada pukul 14.36 WIB dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Nahas, baru 4 menit mengudara atau sekitar pukul 14.40 WIB, burung besi tujuan Bandara Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat justru hilang kontak.
Detik-detik menegangkan itu terungkap dalam rapat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersama dengan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta Airnav Indonesia rapat dengan Komisi V DPR.
Berikut detik dan menit menegangkan saat pesawat Sriwijaya Air SJ 182 jatuh di perairan sekitar Kepulauan Seribu:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
2 Menit Take Off, Pilot Berusaha Hindari Cuaca
Direktur Utama Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia atau Airnav Indonesia M Pramintohadi Sukarno menyatakan, pesawat Sriwijaya Air SJ 182 sempat berbelok ke kiri sejauh 075 derajat untuk menghindari cuaca.
"Pada 14.38, Sj 182 meminta arah 075 derajat kepada ATC (Air Traffic Controller) dengan alasan cuaca, dan diizinkan untuk diinstruksikan naik ke ketinggian ke 11.000 kaki," kata Pramintohadi dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR di Jakarta, Rabu, 3 Februari 2021.
"Saat diizinkan oleh ATC diinstruksikan naik ke ketinggian 11.000 kaki, ini memang dijawab pilot 'clear'. Karena pada ketinggian sama ada pesawat sama yang akan terbang juga ke Pontianak, yaitu AirAsia, saat ketinggian 10.600 kaki, diinstruksikan oleh ATC naik ke 13.000 kaki dan masih direspon baik oleh Sriwijaya SJ 182," sambung dia.
Dia menjelaskan, selama proses komunikasi dengan ATC sejak 14.36 WIB hingga 14.39 WIB tidak ada laporan kondisi pesawat tidak normal.
Namun, pada pukul 14.39 WIB, lanjut Pramintohadi, Sriwijaya Air SJ 182 terpantau di layar radar ATC berbelok ke kiri arah Barat laut, seharusnya ke arah kanan 075 derajat.
Lalu pada 14.40 WIB, ATC melakukan konfirmasi arah, namun tidak ada respons dan target hilang dari layar radar.
"ATC berusaha memanggil berulang kali sampai 11 kali dibantu oleh penerbangan lain, penerbangan Garuda untuk melakukan komunikasi dengan SJ 182 namun tidak ada respons. Demikian terjadi dari 14.36 sampai dengan 14.40," papar Pramintohadi.
Advertisement
Sempat Belok Kiri Perlahan Menukik ke Bawah dan Terlihat Awan Cumolonimbus
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono mengatakan pilot sempat mengubah mode autopilot dari yang sudah diprogram sebelumnya.
"Selanjutnya pesawat mulai berbelok ke kiri secara perlahan sampai pesawat akhirnya menukik ke bawah hingga membentur permukaan laut," kata Soerjanto.
Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan jika ada awan cumolonimbus yang sempat muncul di jalur pesawat Sriwijaya SJ 182 usai take off dari Bandara Soekarno-Hatta.
"Kondisi cuaca sebelum dan saat take off terdapat awan CB (cumolonimbus) di atas Jakarta dan mulai meluruh seiring dengan berkurangnya intensitas hujan dan meningkatnya jarak pandang," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
"Sedangkan dalam rute penerbangan masih terdapatnya awan CB yang membentang di atas Jawa bagian barat yang bergerak ke arah tenggara. Hal ini juga dapat dilihat dari analisa citra satelit Himawari yang menunjukan suhu puncak awan berkisar -43 derajat celcius sampai dengan -48 derajat celcius," sambung dia.
Dia menambahkan, berdasarkan data radiosonde pertanggal 7 sampai 9 Januari 2021, terdapat potensi icing pada ketinggian 16.000 sampai 17.000 feet.
Diketahui bahwa icing merupakan suatu proses pembekuan dari embun maupun air yang dipengaruhi suhu berakibat dapat mengganggu mobilitas pesawat.
"Berdasarkan data radiosonde tanggal 7-9 Januari 2021 potensi icing berada pada ketinggian 16.000 - 27.000 feet. Sedangkan ketinggian sekitar 11.000 feet tidak terdapat potensi icing," kata Dwikorita.
Mesin Pesawat Hidup saat Jatuh
Kemudian terungkap pula, maskapai rute Jakarta-Pontianak itu jatuh dalam kondisi mesin yang masih hidup.
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menjelaskan berdasarkan temuan dari data automatic dependent surveillance-broadcast (ADP-B) yang merupakan sistem pemantauan penerbangan pesawat. Dari data tersebut pada pukul 14.40 WIB, pesawat Sriwijaya masih memancarkan sinyal yang menunjukkan berada di ketinggian 250 kaki.
"Terekamnya data sampai ketinggian dengan 250 kaki, mengidentifikasikan bahwa sistem pesawat masih berfungsi dan mampu mengirim data. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa mesin masih dalam kondisi hidup sebelum pesawat membentur air," kata Soerjanto.
Hal itu dikuatkan dengan temuan puing-puing pesawat tersebar dalam wilayah lebar 80 meter dan panjang 110 meter pada kedalaman laut 16 sampai 23 meter.
Termasuk di dalamnya ditemukan bagian pesawat seperti puing dari ruang kemudi, bagian roda pendarat utama, bagian sayap, bagian dari mesin, bagian dari kabin penumpang, serta bagian ekor.
Soerjanto menerangkan, bagian-bagian ini mewakili seluruh bagian pesawat dari depan hingga belakang. Luas sebaran dan ditemukannya bagian pesawat dari depan sampai belakang konsisten dengan bukti bahwa pesawat tidak mengalami ledakan sebelum membentur air.
"Jadi ada yang mengatakan pesawat pecah di udara itu tidak benar, jadi pesawat secara utuh sampai membentur air tidak ada pecah di udara," terang dia.
"Temuan pada turbin pesawat menunjukkan konsistensi bahwa mesin masih dalam kondisi hidup sebelum membentur air. Ini diindikasikan bahwa turbin-turbin rontok semua ini menandakan ketika membentur air mesinnya masih berfungsi semua," sambung dia.
Advertisement
Tidak Ada Laporan Pesawat Rusak dan Tak Alami Full Stall
Lebih lanjut, Soerjanto menyampaikan berdasarkan catatan perawatan pesawat pada 4 kali penerbangan di tanggal 9 Januari 2021 tidak ada laporan kerusakan pesawat.
"Dari buku catatan perawatan pesawat (aircraft maintenance log) tidak ditemukan adanya kerusakan pesawat pada 4 penerbangan di tanggal 9 Januari 2021,"kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono membantah bahwa pesawat Sriwijaya Air SJ-182 mengalami full stall seperti yang ramai diperbincangkan oleh di media sosial, terutama Youtube.
"Ada dua media sosial yang mengatakan ada kejanggalan pada pukul 7.40 UTC (14.40 WIB) pesawat Boeing 737 dengan kecepatan 115 knot secara teoretikal itu sudah stall jadi moment of truth pesawat ini sudah stall. Hal ini tidak benar," kata dia.
Stall merupakan masalah serius yang bisa terjadi pada pesawat terbang ketika melayang di udara. Stall bisa membuat pesawat kehilangan daya angkat dan mengakibatkan pesawat jatuh dari ketinggian layaknya sebuah batu. Stall terbagi dalam beberapa kategori, yakni stall biasa, full stall, hingga stall yang bisa membuat pesawat mengalami spin alias berputar-putar.
Selain itu, pernyataan lain di media sosial menyebutkan bahwa berdasarkan ground speed 115 knots ini indikasi keras bahwa pesawat terkena full stall dan akan sulit di-recover dengan ketinggian seperti itu.
Data FDR
Soerjanto menjelaskan data kotak hitam Flight Data Recorder (FDR) menunjukkan sejak ketinggian berkurang, kecepatan pesawat bertambah, sedangkan kecepatan 115 knots di data flightradar.24 merupakan ground speed.
Temuan awal, dia menuturkan, menunjukkan puing pesawat tipe Boeing 737-500 tersebar di lebar 80 meter, panjang 110 meter kedalaman 16-23 meter di mana beberapa bagian mewakili seluruh bagian di depan hingga belakang.
"Pesawat ini tidak mengalami ledakan sebelum membentur air. Pesawat secara utuh membentur air, tidak ada pecah di udara," ucap dia.
Selain itu, lanjut dia, mesin di turbin masih dalam keadaan hidup, kondisinya rontok ada indikasi masih berputar ketika membentur air. KNKT telah mengunduh data kotak hitam Flight Data Recorder pesawat Sriwijaya Air SJ 182 sejak ditemukan pada 13 Januari 2021.
Terdapat 370 parameter dan semua dalam kondisi baik. Sebelum pengunduhan data, perlu ada perlakuan (treatment) khusus yang harus dilakukan.
KNKT menyatakan sistem pesawat Sriwijaya Air SJ 182 masih berfungsi dan mampu mengirim data sebelum jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada Senin, 9 Januari 2021 pukul 14.40 WIB.
KNKT telah mengumpulkan data radar ADS-B dari Perum Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Airnav Indonesia).
Dari data tersebut, tercatat pesawat mengudara pada pukul 14.36 WIB, terbang menuju arah barat laut dan pada pukul 14.40 WIB pesawat mencapai ketinggian 10.900 kaki, tercatat pesawat mulai turun dan data terakhir pesawat pada ketinggian 250 kaki.
Reporter : Henny Rachma Sari
Sumber : Merdeka
Advertisement