Liputan6.com, Belitung- Rombongan saya hampir saja akan kembali ke hotel saat seorang ranger di Bukit Peramun, Belitung, mendekat dan bertanya, "Siapa yang mau melihat tarsius?"
Primata itu hidup liar sebagai hewan endemik di hutan yang berada di Desa Air Selumar, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung. Jumlahnya diperkirakan hanya 80 ekor lagi di sana.
Baca Juga
Advertisement
Sebelum saya dan rombongan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mendekat, sang ranger menjelaskan apa saja yang boleh dan tidak dilakukan saat berhadapan langsung dengan tarsius. Salah satu yang ditekankan adalah tidak boleh berisik lantaran satwa tersebut sensitif terhadap suara.
"Jarak juga tidak boleh terlalu dekat, hanya sekitar satu meter. Waktu kita cukup 10 menit. Apabila foto-foto, tidak boleh pakai blitz," sambung dia.
Pengunjung juga diminta untuk tak membuat gerakan mendadak dan mengejutkan. Hal itu bisa membuat tarsius kaget hingga melompat dan stres. Bila sudah begitu, akan mengancam keselamatan hewan nocturnal tersebut.
Ranger itu kemudian meminta kami bergegas. Meski bisa mendekat, tarsius bisa saja segera kabur dari tempatnya ditemukan dan kami kehilangan kesempatan melihatnya lebih dekat.
"Namanya hewan liar, kami kan tidak bisa memaksa dia tetap berada di tempatnya selama itu," kata bapak tersebut.
Dipandu dengan cahaya dari senter di kepala, kami berusaha mendekat ke zona 2 yang berlokasi dekat parkiran. Langkah-langkah kaki menyapu daun dan ranting kering menimbulkan suara. Sang ranger mengingatkan agar kami bergerak lebih hati-hati karena suara demikian pun akan membuat tarsius tidak nyaman.
Dari kejauhan terlihat sekelompok orang sudah lebih dulu datang dan mengerubungi tempat penemuan tarsius. Ranger yang bertugas kemudian meminta agar mereka bergantian dengan kelompok kami. Pasalnya, terlalu banyak orang akan membuat sesak dan berisik yang mengusik ketenangan tarsius.
Setelah dapat aba-aba, barulah kami bisa mendekat. Ranger lain sudah berjaga, ada yang memegangi tongkat dengan ujungnya dipasangi lampu LED dengan cahaya putih berpendar. Seekor tarsius berbulu cokelat keabuan memeluk erat dahan pohon dengan bola matanya yang besar memandangi kami.
Ikuti cerita dalam foto ini https://story.merdeka.com/2303605/volume-5
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Hewan Setia
Kesan pertama yang saya rasakan saat melihat tarsius secara langsung adalah betapa mungil dan rapuhnya hewan itu. Mata yang membulat memancarkan ketakutan, sekelebat juga penasaran. Ia beberapa kali memalingkan wajahnya dari bidikan kamera pengunjung, baik yang sibuk swafoto ataupun hendak mendokumentasikannya.
Bila Anda berkesempatan menemuinya langsung, tolong perhatikan durasi. Jangan terlalu lama di dekatnya hanya demi mendapat foto selfie sebagus mungkin. Bagaimana pun, tarsius adalah hewan pemalu yang mudah stres bila terpapar manusia berisik terus menerus.
"Tarsius itu badannya gabungan dari empat hewan. Telinganya mirip kelelawar, ekornya mirip tikus, matanya seperti burung hantu, dan kakinya berselaput seperti bebek," kata seorang ranger, Jumat malam, 5 Februari 2021.
Tarsius terbilang hewan setia. Ranger di Bukit Peramun sempat menerangkan, bila pasangannya mati, tarsius itu tak akan bertahan lama.
Tarsius jantan bertubuh lebih kecil dibandingkan betinanya. Proses kehamilan membutuhkan waktu enam bulan sebelum melahirkan.
Makanan utama tarsius adalah serangga, terutama jangkrik dan tongeret. Maka, habitat Bukit Peramun pun dijaga agar siklus hidup tarsius bisa dilestarikan.
"Belitung tawarkan sensasi luar biasa, tapi memang harus dibatasi kunjungannya," kata Menparekraf Sandiaga Uno yang hanya sempat memandang tarsius dari jarak dekat dalam 45 detik saja di malam itu.
Saat ini, Bukit Peramun masih ditutup untuk umum karena pandemi Covid-19 masih berlangsung.
Advertisement