Meski Ada Vaksin COVID-19, Butuh Rata-Rata 7 Tahun Agar Dunia Kembali Normal

Berdasarkan perkiraan atas program vaksinasi yang telah dimulai di sejumlah negara, laporan menyebut bahwa kondisi 'normal' dapat kita capai 7 tahun kemudian

oleh Hariz Barak diperbarui 06 Feb 2021, 16:22 WIB
Petugas kesehatan menyuntik pasien saat simulasi vaksin COVID-19 di Puskesmas Tapos, Depok, Jawa Barat, Kamis (22/10/2020). Pemkot Depok menggelar simulasi vaksin COVID-19 dalam rangka persiapan vaksinasi yang rencananya akan dilaksanakan bulan November 2020. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Tahun 2020 hingga sekarang terasa sulit. Sepanjang itu, umat manusia dibuat malang-melintang akibat pandemi global virus corona.

Sejak COVID-19 mengubah hidup kita, memaksa kita untuk hidup dalam 'kenormalan baru' ini, satu pertanyaan di pikiran semua orang adalah, "kapan semuanya akan kembali normal seperti sedia kala?"

Definisi normal yang dimaksud adalah di mana kita tidak perlu lagi khawatir mati karena ancaman virus yang tidak terlihat; di mana kekebalan kelompok terbentuk melalui program vaksinasi dan manusia dapat merespons COVID-19 seperti flu biasa --seperti masa di mana pandemi COVID-19 belum menghantam.

Berdasarkan perkiraan atas program vaksinasi yang telah dimulai di sejumlah negara, laporan menyebut bahwa kondisi 'normal' dapat kita capai 7 tahun kemudian --menurut laporan Bloomberg, dikutip dari Mashable Asia, Sabtu (6/1/2021).

Bloomberg, bekerjasama dengan John Hopkins University, menyusun database terbesar total suntikan COVID-19 yang telah diberikan di seluruh dunia, dengan total hingga 119 juta dosis sejauh ini. Perhitungan Bloomberg didasarkan pada vaksin yang membutuhkan dua dosis terpisah.

Otoritas kesehatan global terus menegaskan bahwa agar situasi benar-benar kembali normal, setidaknya 70 hingga 80 persen dari populasi dunia perlu divaksin, guna membentuk apa yang disebut sebagai herd immunity atau kekebalan kelompok.

Tentu saja, seperti semua vaksin, hal-hal itu membutuhkan waktu. Dan tidak setiap negara akan memiliki cukup vaksin untuk penduduknya dalam satu gelombang yang mulus.

Di samping itu, kendala soal logistik dan distribusi, masih menjadi salah satu hambatan dalam program vaksinasi COVID-19.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Load More

Simak video pilihan berikut:


Nasib Vaksinasi di Sejumlah Negara

ilustrasi vaksin. Photo by Daniel Schludi on Unsplash

Menurut Bloomberg's Vaccine Tracker, beberapa negara membuat kemajuan program vaksinasi secara eksponensial lebih dari yang lain --efektif mempercepat upaya mereka untuk 'pulih'.

Israel memiliki tingkat vaksinasi tertinggi di dunia. Bloomberg memprediksi negara itu akan mencapai cakupan inokulasi 75 persen hanya dalam dua bulan lagi.

Perkiraan yang sama turut berlaku bagi Uni Emirat Arab yang cepat dalam melaksanakan program vaksinasinya. Inggris, meski tidak secepat dua negara tersebut, diperkirakan selesai dalam 6 bulan.

Namun, kemajuan pesat yang dibuat oleh tiga negara tersebut belum dialami oleh banyak negara lain. Sejumlah negara memerlukan waktu tahunan, dengan angka 7 tahun menjadi rata-rata global, menurut Bloomberg's Vaccine Tracker.

China misalnya, di sisi lain, akan memakan waktu 5 tahun 6 bulan untuk menginokulasi populasi-nya yang besar, meskipun memberikan lebih dari satu juta dosis vaksin sehari.

Negara-negara seperti India, Indonesia dan Rusia kemungkinan membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk memvaksin populasi mereka jika mereka melanjutkan dengan kecepatan vaksinasi saat ini.

Tetapi ketika produksi vaksin meningkat secara global dan lebih banyak vaksin disetujui, prospeknya cenderung membaik. Beberapa pusat pembuatan vaksin terbesar di dunia di India dan Meksiko baru saja dimulai.

Lebih dari 8,5 miliar dosis vaksin telah dikontrak oleh berbagai negara melalui lebih dari 100 perjanjian terpisah. Namun yang mengkhawatirkan, hanya sepertiga negara yang telah memulai program vaksinasi mereka, yang mencerminkan seberapa jauh tertinggal beberapa negara dalam perang melawan COVID-19.

Awal yang lambat ini dapat dikaitkan dengan banyak hal, seperti kurangnya pendanaan, akses, dan fasilitas untuk menangani vaksin COVID-19.

Herd immunity, konsep ilmiah yang melibatkan individu yang diinokulasi mampu membentuk perisai manusia terhadap penyebaran virus, adalah target utama yang akan membuat segalanya kembali seperti sedia kala sebelum COVID-19 melanda.

Tetapi kekebalan kawanan hanya efektif ketika lebih banyak orang divaksinasi. Jika hanya beberapa dalam komunitas atau populasi yang diinokulasi, tidak akan ada cukup 'perisai' untuk menghentikan penyebaran virus.

Sisi baiknya, dunia mungkin tidak perlu menunggu tujuh tahun.

Itu hanya bisa terjadi jika tingkat vaksinasi global terus menanjak, menginokulasi semakin banyak orang dengan masing-masing gelombang dosis vaksin.

Di sisi lain, kita mungkin juga harus menunggu bahkan lebih dari tujuh tahun, karena gangguan sementara yang tak terduga dalam distribusi dan pemberian vaksin.

Salah satu contoh yang baik dapat ditemukan di New York, di mana badai salju musim dingin secara singkat membuat semuanya terhenti, mencegah orang mendapatkan vaksinasi. Hal itu untuk sementara mendorong tenggat waktu herd immunity mereka menjadi 13 - 17 bulan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya