Vaksinasi Lambat Bakal Bikin Indonesia Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen di 2021

Negara seperti indonesia akan mendapat vaksin Covid-19 paling lambat dibanding negara lain.

oleh Athika Rahma diperbarui 07 Feb 2021, 19:13 WIB
Petugas medis menyedot vaksin COVID-19 Sinovac untuk disuntikkan kepada tenaga kesehatan di Puskesmas Palmerah, Jakarta, Kamis (28/1/2021). Pemberian vaksin COVID-19 tahap kedua dilaksanakan terhadap tenaga kesehatan mulai hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Liputan6.com, Jakarta
Rencana vaksinasi Covid-19 yang dilakukan pemerintah bisa mempengaruhi target pertumbuhan ekonomi tahun 2021 yang berada di kisaran 5 persen.  Indef mengingatkan jika Indonesia harus gerak cepat dalam pengadaan vaksin supaya tidak terbelenggu kegiatan vaksinasi hingga bertahun-tahun. 
 
"Kalau kita dikerangkeng dengan pengadaan vaksin sampai 3 tahun, ini luar biasa dampaknya ke perekonomian, kita akan sulit mencapai ekonomi 5 persen," ujar Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad, Minggu (7/2/2021). 
 
Tauhid melanjutkan, menurut penelitian The Economist, negara seperti indonesia akan mendapat vaksin paling lambat dibanding negara lain. Sebagian negara-negara Asia Tengah akan mendapatkan giliran paling lambat. 
 
"Ada 2 hal (penyebabnya), saya kira memang terkait proses negosiasi belum optimal, jumlah kebutuhan besar, ketersediaan dana dan sebagainya, ini tugas berat ketika katakanlah vaksin ini menurut The Economist sampai April bahkan sepanjang tahun 2023," katanya. 
 
Indonesia juga masih memiliki masalah dalam penerapan 3M (menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan) sehingga angka kasus Covid-19 terus meningkat. 
 
"Apalagi kita belum jelas daerah mana (yang dapat vaksin), siapa yang dapat, jangan sampai benar tahun 2023 baru bisa 70 persen diberikan vaksin itu," tandas Tauhid. 
 
 
 

Saksikan Video Ini


Dengan Vaksin, Indonesia Butuh 10 Tahun untuk Pulih dari Pandemi Covid-19

Petugas memeriksa kondisi tenaga kesehatan saat mengikuti vaksinasi COVID-19 massal di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (4/2/2021). Kegiatan yang digelar Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tersebut sebagai upaya percepatan vaksinasi COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Kapan pandemi akan berakhir? Ini adalah pertanyaan yang menggantung di atas hampir semua hal sejak Covid-19 menghantam dunia pada tahun lalu.

Jawaban atas hal itu dapat diukur dalam program vaksinasi yang sedang berjalan saat ini.

Bloomberg telah membangun basis data terbesar suntikan vaksin Covid-19 yang diberikan di seluruh dunia, dengan lebih dari 119 juta dosis diberikan di seluruh dunia.

Para pakar epidemiologi AS seperti Dr Anthony Fauci telah menyarankan akan membutuhkan 70 persen hingga 85 persen dari total populasi agar hal-hal kembali normal.

Bloomberg Vaccines Tracker menunjukkan bahwa beberapa negara membuat kemajuan yang jauh lebih cepat daripada yang lain, menggunakan cakupan 75 persen dengan vaksin dua dosis sebagai target.

Maka logikanya sebagai berikut: semakin banyak orang dalam suatu populasi divaksin, semakin cepat pula populasi tersebut pulih dari pandemi Covid-19 berkat terbentuknya herd immunity atau kekebalan kelompok.

Dengan produsen vaksin meningkatkan produksi, lebih banyak orang akan divaksinasi dalam waktu yang lebih singkat.

Israel, negara dengan tingkat vaksinasi tertinggi di dunia saat ini, menuju cakupan 75 persen hanya dalam dua bulan.

AS akan menyamai Israel pada 2022 (meskipun Dakota Utara bisa sampai di sana enam bulan lebih cepat dari Texas).

Dengan vaksinasi yang terjadi lebih cepat di negara-negara Barat yang lebih kaya daripada seluruh dunia, Bloomberg memperkirakan bahwa dunia akan kembali normal secara keseluruhan dalam kurun waktu sekitar tujuh tahun dengan kecepatan vaksinasi saat ini.

Namun, perhitungan Bloomberg adalah angka sementara dan dapat berubah, seiring dengan perkembangan kemajuan program vaksinasi Covid-19 di sejumlah negara.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya