Liputan6.com, Yangon - Sebanyak 60 ribu warga Myanmar turun ke jalan untuk protes aksi kudeta militer yang merebut kekuasaan dari Aung San Suu Kyi. Protes besar itu terpusat di Yangon pada Minggu kemarin (7/2).
Para pendemo memakai salam tiga jari yang terinspirasi dari seri The Hunger Games. Simbol itu digunakan sebagai tanda melawan kedzaliman penguasa.
Baca Juga
Advertisement
Generasi muda ikut turun ke jalan dan menyuarakan penolakan pada diktator militer.
"Kita tidak ingin ada kediktatoran untuk generasi selanjutnya," ujar Thaw Zin yang berusia 21 tahun, seperti dilansir ABC, Senin (8/2/2021).
"Kita tidak akan menyetop revolusi ini hingga kita membuat sejarah. Kita akan berjuang sampai akhir," ujarnya.
Tak ada laporan bentrokan dengan polisi atau militer. Pihak junta militer dan media pemerintah juga bungkam melihat aksi ini, namun internet di negara itu sempat dimatikan oleh militer.
Catatan PBB menyebut protes terbesar berada di Yangon, sementara protes di pusat pemerintahan Naypyidaw hanya 1.000 orang. Suu Kyi ditangkap di kota itu.
Beberapa pengemudi membunyikan klaksonnya sebagai tanda dukungan. Ada pula warga yang membawa foto Suu Kyi. Demo di Yangon akhirnya bubar pada malam hari.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Manuver Politik Militer
Protes dilaporkan berjalan damai. Namun, di kota Myawadddy ada laporan terdengar suara tembakan. Peserta demo kemudian menunjukan ada yang terluka peluru karet.
PBB memperkirakan ada 160 orang yang ditahan sejak kudeta dimulai pada 1 Februari 2021. Para jenderal disebut berupaya melumpuhkan gerakan perlawanan dan membuat dunia internasional tidak tahu keadaan dalam negeri dengan cara memutus akses internet.
"Kita semua harus berdiri bersama rakyat Myanmar di waktu yang berbahaya ini," ujar special rapporteur PBB, Thomas Anddrews.
Sementara, pengacara Suu Kyi masih belum dapat menemuinya. Suu Kyi yang menjadi korban kudeta dituduh melakukan impor walkie-talkie secara ilegal.
Ia rencananya akan diadili pada 15 Februari mendatang.
Advertisement
Militer Blokir Akses Internet
Militer Myanmar telah memadamkan internet negara itu sebagai respons atas demonstrasi ribuan massa akhir pekan ini, yang menolak kudeta negara itu pada Senin 1 Februari 2021 lalu.
Pemadaman internet hampir total diberlakukan dengan konektivitas jatuh ke 16% dari tingkat biasa, kata kelompok pemantau NetBlocks Internet Observatory, seperti dikutip dari BBC, Minggu (7/2).
Di kota utama Yangon, orang banyak melantunkan "Diktator militer, gagal, gagal; Demokrasi, menang, menang".
Polisi dengan perisai huru-hara telah memblokir jalan utama ke pusat kota.
Shutdown internet terjadi beberapa jam setelah militer memblokir akses ke Twitter dan Instagram untuk menghentikan orang-orang menerima informasi terkait protes. Facebook telah dilarang sehari sebelumnya.
Banyak pengguna telah menghindari pembatasan di media sosial dengan menggunakan jaringan pribadi virtual (VPN), tetapi pemadaman internet yang lebih umum telah mengganggu keseluruhan.
Infografis Kudeta Myanmar
Advertisement