Psikolog: Sadari Perspektif Diri Terkait Kekerasan Seksual Sebelum Bersikap

Sebagian masyarakat masih memiliki pemahaman yang minim terkait korban kekerasan seksual. Maka dari itu, psikolog Yayasan Pulih, Ika Putri Dewi, menyarankan, sebelum bersikap setiap orang perlu mempertanyakan perspektif masing-masing.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 08 Feb 2021, 21:00 WIB
Ilustrasi kekerasan seksual. (dok. Pexels/Josie Stephens)

Liputan6.com, Jakarta - Sebagian masyarakat masih memiliki pemahaman yang minim terkait korban kekerasan seksual. Maka dari itu, psikolog Yayasan Pulih, Ika Putri Dewi, menyarankan, sebelum bersikap setiap orang perlu mempertanyakan perspektif masing-masing.

“Apakah kita semua sudah memiliki pemahaman yang tepat dan menyeluruh tentang perspektif korban dan kekerasan berbasis gender?” ujar Ika dalam webinar Kementerian Pemberdayaan perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) ditulis Senin (8/2/2021).

Menurutnya, pertanyaan tersebut dapat dijawab oleh diri masing-masing. Hal ini perlu dipertanyakan karena setiap orang perlu memiliki kesadaran bahwa mereka rentan terhadap bias dari pengetahuan dan pengalaman atau nilai yang sudah dimiliki sebelumnya.

“Kita tahu, dari pola asuh kita terpapar budaya patriarki, relasi kuasa yang timpang, tidak setara di relasi keluarga atau masyarakat, sehingga harus disadari betul apakah kita sudah memiliki perspektif tentang kekerasan berbasis gender?”

Jika diri sendiri sudah menyadari dan memiliki perspektif yang tepat terkait kekerasan seksual, maka hal ini menjadi modal untuk terhindar dari sikap-sikap keliru terhadap korban kekerasan seksual, kata Ika.

Simak Video Berikut Ini


Sikap Negatif Terhadap Korban Kekerasan Seksual

Seseorang yang mengetahui perspektif korban kekerasan seksual akan terhindar dari sikap memaksa korban bercerita dan mengajukan pertanyaan yang menyinggung perasaan. Misal, menanyakan kenapa atau mengapa.

“Menanyakan apa yang telah korban lakukan sehingga terjadi peristiwa itu, menanyakan pakaian yang dikenakan, apa korban berusaha mencegah, korban sudah menolak, dan kenapa korban diam saja.”

Menurut Ika, pertanyaan-pertanyaan tersebut terkesan menyalahkan dan menyudutkan korban. Hal tersebut dapat dihindari dengan pemahaman dan perspektif menyeluruh tentang korban kekerasan seksual.

Dengan demikian, pemberitaan pun menjadi lebih memahami situasi korban, memahami perspektif gender dan dasar dari terjadinya kekerasan terhadap perempuan.

Dalam hal ini, media berperan untuk menyampaikan informasi positif di balik kejadian seperti proses hukum yang dijalani hingga tuntas. Ini juga berfungsi sebagai edukasi kepada masyarakat agar menyadari cara yang baik dalam menghadapi masalah serupa, tutupnya.


Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya