Liputan6.com, Jakarta - Harga emas melonjak lebih dari 1 persen pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta). Pendorong kenaikan harga emas karena ekspaketasi paket stimulus AS yang besar mendukung daya tarik emas sebagai lindung nilai akan inflasi.
Mengutip CNBC, Selasa (9/2/2021), harga emas di pasar spot naik 1,2 persen menjadi USD 1.831,90 per ounce. Sedangkan harga emas berjangka AS naik 1,3 persen menjadi USD 1.836,10 per ounce.
Advertisement
Presiden AS Joe Biden dan sekutu Demokratnya di Kongres membuka jalan untuk paket bantuan Covid-19 senilai USD 1,9 triliun. Para anggota parlemen menyetujui garis besar anggaran yang diajukan tersebut dan memungkinkan untuk bisa menjalankan rencana tersebut tanpa dukungan dari Partai Republik.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan pada hari Minggu bahwa negara akan kembali bekerja penuh tahun depan jika Kongres menyetujui paket stimulus tersebut.
"Yellen berbicara mengenai pertumbuhan yang kencang di 2022 dengan stimulus USD 2 triliun yang akan mendorong kemungkinan lonjakan inflasi. Ini berita baik untuk emas," kata Kepala Perdagangan derivatif Logam Mulia BMO, Tai Wong.
Indeks saham utama AS juga menguat ke rekor tertinggi karena dorongan pemulihan ekonomi.
Harga emas juga sepertinya mengambil beberapa kesempatan dari lompatan harga Bitcoin, setelah Tesla Inc mengatakan telah menginvestasikan sekitar USD 1,5 miliar di cryptocurrency.
Dalam laporan 2020, Tesla mengatakan bahwa di masa akan datang mereka kemungkinan akan berinvestasi ke aset cadangan alternatif tertentu termasuk aset digital, emas batangan, dan aset lainnya.
"Tapi Bitcoin dan emas pada dasarnya tidak berkorelasi. Lonjakan Bitcoin saat ini mungkin menambah sentimen, tetapi bukan pendorong utama, "tambah Wong.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Prediksi Harga Emas Dunia Pekan Ini, Naik atau Turun?
Sebelumnya, harga emas berkilau pada pekan lalu, usai sempat jatuh ke posisi di bawah USD 1.800 per ounce. Pekan ini, harga emas disebut berisiko turun di bawah USD 1.700 per once, meskipun analis memprediksi terjadi penguatan.
Menurut analis seperti melansir laman Kitco, Senin (8/2/2021), Dolar AS yang menguat dan kurva imbal hasil yang curam mempengaruhi harga emas.
"Penurunan lebih lanjut diperburuk penjualan teknis," kata Rhona O'Connell, Kepala Analisis Pasar untuk EMEA dan wilayah Asia di StoneX.
Dia mengatakan, penggerak nyata harga emas adalah dolar, yang disebut merangkum serangkaian perkembangan ekonomi dan keuangan yang menggembirakan. "Kurva imbal hasil terus menanjak," kata O'Connell.
"Emas turun hingga di bawah USD 1.800, dan langkah tersebut akan diperpanjang oleh perdagangan teknis dan momentum," jelas dia.
Sebagian besar dari pergerakan tersebut dihasilkan dari tindakan teknis yang disebut Death Cross, yang terjadi ketika rata-rata pergerakan 50 hari mendekati persilangan di bawah rata-rata 200 hari. "Jika ini terjadi, maka tekanan teknis pada harga spot akan semakin parah," tambah O'Connell.
Direktur Perdagangan Global Kitco Metals Peter Hug menuturkan jika Dolar AS kemungkinan akan tetap menjadi salah satu pendorong utama harga emas dalam jangka pendek
"Selama dua hari terakhir, kami memiliki kekuatan dolar yang relatif signifikan. Euro turun sekitar 2 persen minggu ini, sejalan dengan penurunan emas sekitar USD 40 pada hari Kamis. Emas tampaknya diperdagangkan dengan dolar," kata Hug.
Kenaikan imbal hasil 10-tahun juga menambah kekuatan dolar AS, karena lebih banyak arus masuk masuk ke greenback.
Pialang komoditas senior RJO Futures Daniel Pavilonis menuturkan jika bagian lain dari teka-teki itu adalah fenomena tekanan dari harga perak, yang pada akhirnya berdampak pada harga emas juga.
Prediksinya, pada pekan ini akan ada lebih banyak investor yang masuk ke pasar dengan harga yang lebih baik.
Paket stimulus juga pada akhirnya akan memainkan peran penting untuk emas. Berita tentang stimulus telah mendorong naik turunnya pasar emas.
"Turbulensi ini akan terus berlanjut sampai stimulus yang sebenarnya keluar, yaitu ketika emas akhirnya akan bergerak lebih tinggi," jelas Pavilonis.
Lebih banyak stimulus kemungkinan akan berarti bahwa dolar AS akan semakin terdevaluasi dan emas akan menerima lebih banyak dukungan, menurut Presiden Phoenix Futures and Options Kevin Grady.
Selain itu, kondisi makro ikut mendukung harga emas. "Pada akhirnya, masih ada masalah besar dengan perekonomian. Hari ini, kita telah melihat bulan ketiga dari data ekonomi yang mengecewakan, dan kita berisiko mengalami penurunan ganda," kata Kepala Strategi global TD Securities, Bart Melek.
Data ekonomi buruk yang dirujuk Melek adalah laporan ketenagakerjaan AS dari Januari, yang menunjukkan bahwa hanya terjadi penambahan 49.000 pekerjaan. Pekan ini, akan banyak dirilis data terbaru seperti kondisi inflasi AS dan jumlah pengangguran.
Advertisement
Tingkat harga
Hug memprediksi, secara dukungan, harga emas berada di antara kisaran USD 1.775-80. Resistensi pertama berada di USD 1.822-25, kemudian USD 1.850 dan menjadi USD 1.900.
"Posisi terendah hari Kamis menawarkan level support yang baik. Pada sisi atas, emas harus menembus pertahanan di USD 1.850," tambah Grady.
Sementara O'Connell menilai jika harga emas sangat oversold. "Resistensi berkumpul di sekitar empat rata-rata utama antara USD 1.837 dan USD 1.854," tuturnya.
Risiko pelepasan emas juga disebut masih ada, yang dapat menyebabkan harga di bawah USD 1.600 per ounce dan berlangsung dengan cepat.
"Meskipun itu adalah skenario yang tidak mungkin, jika harga ditutup di bawah USD 1.766, itu mungkin saja," kata Pavilonis.
Sementara Melek memperingatkan jika harga emas bisa jadi turun lagi hingga USD 100 lagi karena masalah teknis. Namun kembali dikatakan itu tidak mungkin terjadi. "Jangan kira itu akan terjadi. Saya masih suka target emas USD 2.000," katanya.
Hug menambahkan bahwa dia akan terkejut jika terjadi gelombang besar penurunan harga emas berikutnya. "Saya berharap bisa lebih tinggi," dia menandaskan.