Ingin Pilih Saham tapi Bingung? Simak Dulu Tips Ini

Chief Investment Officer PT Eastspring Investment Indonesia, Ari Pitoyo membagi tips memilih saham. Penasaran?

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 09 Feb 2021, 19:35 WIB
Layar informasi pergerakan harga saham di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (14/10/2020). Pada prapembukaan perdagangan Rabu (14/10/2020), IHSG naik tipis 2,09 poin atau 0,04 persen ke level 5.134,66. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Chief Investment Officer PT Eastspring Investment Indonesia, Ari Pitoyo berbagi tips memilih saham. Salah satunya tidak terlalu ikut euforia pasar. Penasaran bagi tips lainnya untuk memilih saham untuk investasi? Yuk simak ulasannya.

Ari Pitoyo mengaku, pihaknya selalu membidik perusahaan yang masih memiliki potensi kenaikan. Saham-saham dimaksud, tidak selalu dari emiten blue chip dan kapitalisasi besar atau big cap melainkan bisa juga dari saham yang harganya murah. Ini dilihat dari price earning ratio (PER). 

PER ini merupakan rasio yang menggambarkan harga saham sebuah perusahaan dibandingkan laba yang dihasilkan perusahaan itu. Analisa PER suatu perusahaan dapat dilakukan dengan cara membandingkan PER dalam industri sejenis.

"Jadi memang ada saham yang mahal, tapi sebenarnya ada juga saham-saham yang murah dan masih menarik, dan itulah tempat di mana kita berinvestasi,” kata Ari dalam webinar A Shot of Hope to Rebound, Selasa (9/2/2021).

Menengok pergerakan saham beberapa waktu terakhir yang ramai oleh investor ritel, Ari memastikan Eastspring Investment akan terlebih dahulu melakukan navigasi, dan tidak akan terlalu ikut dalam euforia pasar.

 

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Pertimbangan Lainnya

Pekerja melintas di bawah layar indeks saham gabungan di BEI, Jakarta, Selasa (4/4). Sebelumnya, Indeks harga saham gabungan (IHSG) menembus level 5.600 pada penutupan perdagangan pertama bulan ini, Senin (3/4/2017). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selain itu, yang menjadi pertimbangan dalam memilih investasi adalah  inflasi yang menyebabkan sejumlah komoditas mengalami kenaikan harga.

Sebagai contoh, Ari menyebutkan adanya kebijakan stimulus di AS yang sebesar 25 persen dari PDB.  Hal itu membuat masyarakat yang tidak bekerja tidak akan kehilangan uangnya, bahkan bertambah. Sehingga menyebabkan inflasi.

"Jumlah stimulus 25 persen dari PDB. Anda tidak bekerja, uang anda tidak berkurang malah bertambah. Ini berakibat jumlah uang yang lebih besar mengejar jumah barang yang lebih sedikit. Sehingga sekarang Anda bisa lihat harga kedelai mahal harga minyak naik, ini menunjukkan bahwa inflasi ada,” kata Ari.

“Oleh karena itu ketika saya beli sektor, saya akan beli sekor di mana  dia memiliki aset profit yang menjadi incaran para konsumen ke depan,” ia menambahkan.

Ari menyebutkan, sektor dimaksud antara lain seperti tembaga yang tidak hanya bisa dimanfaatkan untuk kendaraan elektrik. Melainkan juga bisa dimanfaatkan untuk jaringan pembangkit listrik hingga stasiun pengisian listrik itu sendiri.

"Jadi ini yang kita lakukan, di sektor komoditi, sektor properti, sektor healthcare ini juga menarik,” ujar Ari.

Sektor healthcare, Ari menilai kebutuhan masyarakat akan produk ini masih akan meningkat seiring implikasi jangka panjang dari virus corona baru (Sars-CoV-2) yang menyebabkan COVID-19 yang saat ini masih dalam penelitian. 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya