Liputan6.com, Jakarta - Para pengunjuk rasa kembali turun ke jalan-jalan di ibu kota Myanmar, Naypyitaw, Rabu (10/2/2021). Mereka menolak kudeta militer yang menyingkirkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.
Di Naypyitaw, ratusan pegawai pemerintahan (PNS) berbaris untuk mendukung kampanye yang diikuti oleh para dokter, guru, pekerja kereta api dan lainnya.
Pada hari sebelumnya, puluhan ribu pengunjuk rasa berbaris di kota-kota besar maupun kecil di seluruh negeri menentang larangan berkumpul yang telah diberlakukan oleh militer Myanmar.
Baca Juga
Advertisement
Kericuhan pun terjadi, polisi menggunakan meriam air, peluru karet untuk menghadang pengunjuk rasa. Seorang wanita terkena peluru di kepala dan berada dalam kondisi kritis dan terancam kehilangan nyawanya, kata seorang dokter di Naypyidaw.
Dia terluka ketika polisi melepaskan tembakan, sebagian besar ke udara, untuk membersihkan pengunjuk rasa di ibukota. Tiga orang lainnya sedang dirawat karena luka akibat peluru karet, kata dokter.
Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengutuk penggunaan kekerasan terhadap pengunjuk rasa, yang menuntut pembalikan kudeta dan pembebasan Aung San Suu Kyi dan para pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dan aktivisnya yang ditahan.
"Kami tidak bisa tinggal diam," kata pemimpin pemuda Esther Ze Naw, demikian dikutip dari laman The Guardian.
"Jika ada pertumpahan darah selama protes damai kita, maka akan ada lebih banyak jika kita membiarkan mereka mengambil alih negara."
Para pengunjuk rasa juga terluka di Mandalay dan kota-kota lain, di mana pasukan keamanan juga menggunakan meriam air.
Media pemerintah Myanmar melaporkan cedera yang dialami polisi selama upaya mereka membubarkan pengunjuk rasa, yang dituduh melempar batu dan batu bata.
Simak video pilihan di bawah ini:
Kecaman Asing
Departemen Luar Negeri AS mengatakan, pihaknya sedang meninjau bantuan ke Myanmar untuk memastikan mereka yang bertanggung jawab atas kudeta menghadapi "konsekuensi yang signifikan".
"Kami mengulangi seruan kami kepada militer untuk melepaskan kekuasaan, memulihkan pemerintahan yang dipilih secara demokratis, membebaskan mereka yang ditahan dan mencabut semua pembatasan telekomunikasi dan menahan diri dari kekerasan," kata juru bicara Ned Price di Washington.
Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta pasukan keamanan Myanmar untuk menghormati hak orang untuk melakukan protes secara damai.
"Penggunaan kekuatan yang tidak proporsional terhadap para demonstran tidak dapat diterima," kata Ola Almgren, perwakilan PBB di Myanmar.
Protes tersebut adalah yang terbesar di Myanmar selama lebih dari satu dekade.
Advertisement