Moeldoko: Perluasan Lahan Perkebunan Sawit Bagai Pisau Bermata Dua

Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko mengatakan hingga tahun 2020, perkebunan sawit telah hampir ada di semua provinsi.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Feb 2021, 14:38 WIB
Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Moeldoko memberikan sambutan saat pembukaan Asian Agriculture and Food Forum (ASAFF) 2020 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/3/2020). Perhelatan tersebut dibuka langsung oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko mengatakan hingga tahun 2020, perkebunan sawit telah hampir ada di semua provinsi. Jumlahnya saat ini mencapai 22,1 juta hektar dari Aceh sampai Papua.

"Dari data 2020, luas kebun hampir merambah semua provinsi dari Aceh sampai Papua dengan luas 22,1 juta hektar, ini cukup luas," kata Moeldoko dalam Webinar Nasional Strategi Penguatan Kebijakan Pengelolaan Sawit Secara Berkelanjutan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat dalam Rangka Ketahanan Nasional, Jakarta, Rabu (10/2/2021).

Moeldoko menilai perluasan lahan perkebunan sawit ini sebenarnya bak dua mata pisau. Bisa memberikan dampak positif dan negatif.

"Pertumbuhan ini bagai 2 mata pisau," ungkapnya.

Perluasan lahan perkebunan sawit memberikan kesejahteraan bagi petani dan berdampak baik dalam perekonomian nasional. Namun sisi lain perluasan ini dianggap mengancam keanekaragaman hayati, termasuk flora dan fauna yang ada di dalam hutan.

"Yang saya katakan tidak negatif sekali tapi ada dampak negatif bagi konservasi keanekaragaman hayati, lahan, termasuk flora fauna di dalamnya," kata Moeldoko.

 

Load More

Penuh Dinamika

Filsafat kopi Moeldoko. (IG Moeldoko)

Moeldoko melanjutkan, dinamika di sektor ini memang terus ada dan akan semakin menguat. Ini bisa terjadi jika petani dan pengusaha tidak segera memperbaiki taat cara dan perolehan kebun.

Sebab, lanjutnya, hal ini sudah menjadi isu internasional yang terus digaungkan negara-negara maju. Sehingga bukan hanya soal keberlanjutan saja, tetapi terkait asap yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dan sebagainya.

"Jadi faktor lingkungan bukan hanya keberlanjutan tapi juga soal asap apabila ada kebakaran dan seterusnya," kata dia.

Anisyah Al Faqir

Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya