Moeldoko Peringatkan Pengusaha Kelapa Sawit, Soal Apa?

Moeldoko mengingatkan pengusaha dan petani kelapa sawit untuk memperhatikan tata kelola dan cara perolehan kebun

oleh Andina Librianty diperbarui 10 Feb 2021, 15:20 WIB
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko memberi paparan dalam Dialog Nasional II Pembangunan Ibu Kota Negara, di Jakarta, Rabu (26/6/2019). Moeldoko memaparkan terkait kondisi keamanan dan pertahanan Indonesia menghadapi rencana ibu kota dipindahkan ke Kalimantan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, mengingatkan pengusaha dan petani kelapa sawit untuk memperhatikan tata kelola dan cara perolehan kebun. Masalah ini telah menjadi isu internasional yang terus digaungkan oleh negara maju.

Ia menjelaskan pertumbuhan luas kebun kelapa sawit seperti dua sisi mata. Per Desember 2020, Indonesia memiliki 22,1 juta hektar lahan kelapa sawit dengan penyerapan tenaga kerja hingga 16,2 juta.

Meski di satu sisi berdampak baik untuk perekonomian dan kesejahteraan petani. Namun di lain pihak juga berdampak negatif terhadap hutan, lahan, serta flora dan fauna.

"Dinamika di sektor ini terus ada, serta akan semakin menguat jika pengusaha dan petani tidak segera memperbaiki tata kelola dan cara perolehan kebun," tutur Moeldoko dalam webinar nasional pada Rabu (10/2/2021).

Pemerintah, katanya, juga sudah menjawab tantangan tersebut melalui penandatanganan Perpres No.44/2020 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

Dari tujuh prinsip pelaksanaan ISPO, Moeldoko mengatakan ada tiga hal yang masih perlu diperhatikan yaitu dari lingkungan hidup, Sumber Daya Alam (SDA) dan keanekaragaman hayati, tanggung jawab ketenagakerjaan, serta tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

 

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Aspek Lingkungan Hidup

Perkebunan kelapa sawit di Desa Cot Mee, Nagan Raya (Liputan6.com/Rino Abonita)

Mengenai lingkungan hidup, SDA dan keanekaragaman hayati, Moeldoko menilai pengusaha dan petani gagal memahami aspek ini.

"Aspek ini selalu gagal dipahami oleh pengusaha dan petani kelapa sawit karena tidak ada pengetahuan, serta kurangnya alokasi dana khusus di aspek ini," tutur Moeldoko.

"Mohon ini menjadi perhatian karena ini merupakan salah satu senjata kita untuk menghadapi tantangan internasional. Artinya ketika bisa buktikan perkebunan sawit Indonesia memperhatikan aspek ini, maka akan mudah kita berargumentasi," sambungnya.

Ia mengatakan, pemerintah sejauh ini juga terus memberikan dukungan untuk petani mulai dari padi hingga kelapa sawit.

Terkait diskriminasi kelapa sawit Indonesia, pemerintah pada Desember 2019 telah mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa melalui WTO atas diskriminasi tersebut. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Februari 2021 juga telah bertemu Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin, serta bersepakat Indonesia dan Malaysia melawan kampanye hitam anti kelapa sawit di Uni Eropa.

"Upaya advokasi pemerintah untuk produk kelapa sawit di Eropa adalah bukti nyata yang perlu didukung dengan perbaikan tata kelolanya," ungkap Moeldoko.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya