Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan bahwa dengan digunakannya rapid test antigen sebagai alat diagnosis virus Corona, maka kemungkinan besar akan terjadi lonjakan kasus COVID-19 yang dilaporkan.
Adapun, kebijakan tersebut tertera dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/446/2021.
Advertisement
Dalam keputusan tersbeut rapid antigen bisa menjadi alat diagnosis COVID-19 di daerah yang tidak bisa mengirim sampel PCR dalam waktu kurang dari atau sama dengan 24 jam, atau yang kapasitas laboratorium PCR-nya sudah penuh.
Selain itu, peningkatan jumlah kontak juga akan dilakukan hingga 20 sampai 30 orang dari setiap satu kasus positif COVID-19.
"Dengan adanya percepatan dengan menggunakan tes rapid antigen ini, pasti kita akan menemukan kasus jauh lebih banyak," kata Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes.
Dalam konferensi pers secara virtual pada Rabu (10/2/2021), berdasarkan studi, 60 persen kasus COVID-19 tidak menunjukkan gejala. Sehingga, seseorang bisa positif meski tanpa gejala.
"Ke depan dengan akselerasi pemeriksaan atau pun skrining pada pelacakan kasus COVID-19, sudah bisa dipastikan kemungkinan pertambahan kasus akan terjadi," kata Siti Nadia.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Penguatan Isolasi Mandiri dan Integrasi PPKM Mikro
Untuk mengantisipasi hal itu, Kemenkes menyatakan bahwa isolasi mandiri akan diperkuat, khususnya di dalam keluarga.
"Artinya penerapan PPKM mikro ini akan sangat terintegrasi di mana kita akan punya Pos Tangguh Desa yang akan menjadi pusat pengendalian COVID-19, termasuk juga membantu keluarga yang sedang atau pun anggota keluarganya sedang isolasi mandiri," kata Siti.
Selain itu, fasilitas pelayanan kesehatan juga akan ditambah, termasuk tempat tidur perawatan baik untuk isolasi maupun ICU.
"Kemungkinan besar kalau kita bisa secara lebih dini (menemukan kasus terkonfirmasi), maka tempat tidur perawatan isolasi yang terpusat kemungkinan harus ditambah jumlahnya," kata Nadia.
Selain itu, antisipasi juga harus dilakukan pada jumlah tempat tidur untuk kasus-kasus berat dan membutuhkan perawatan intensif.
Kemenkes mengatakan bahwa mereka telah memulai pelatihan terkait penggunaan rapid test antigen untuk diagnosis COVID-19. "Saat ini kita sudah memulai pelatihan, diharapkan setelah pelatihan ini, seluruh puskesmas sudah bisa memulainya, artinya 98 puskesmas," kata Nadia.
Selain itu, Keputusan Menkes yang sudah dikeluarkan juga bisa menjadi acuan atau petunjuk teknis pelaksanaan di lapangan bagi puskesmas.
"Rapid antigen ini sendiri sebanyak 2 juta sudah tersebar di seluruh provinsi dan kami sedang dalam proses pendistribusian sebanyak 1,7 juta sebagai tambahan pemeriksaan rapid antigen di 98 kabupaten/kota."
Advertisement