Liputan6.com, Jakarta - Ada banyak tradisi dan kebiasaan khas saat perayaan Imlek atau Tahun Baru China. Salah satunya adalah banyak orang mengenakan baju Cheongsam atau dikenal sebagai pakaian tradisional China.
Cheongsam adalah nama yang digunakan dari turunan bahasa Inggris dari istilah Kanton. Baju tersebut juga bisa disebut Qipao, yakni sebutan yang digunakan dalam bahasa China Mandarin. Dilansir dari laman Kissly, 9 Februari 2021, menilik sejarahnya, baju Cheongsam berasal dari Shanghai pada 1920-an.
Baju ini jadi salah satu fenomena di dunia mode, diadopsi oleh banyak perempuan muda mulai dari pelajar sampai selebritas. Sejarah pakaian yang identik dengan busana khas perayaan Tahun Baru Imlek ini disebutkan sebagai salah satu cermin kebangkitan perempuan China modern di abad ke-20.
Baca Juga
Advertisement
Cerita baju Cheongsam dimulai saat penggulingan Dinasti Qing dan berdirinya Republik China pada 1912. Pada pertengahan 1910-an dan awal 1920-an, para intelektual China mulai memberontak terhadap nilai-nilai tradisional, vokal menyerukan soal demokrasi, dan nilai-nilai standar dunia Barat, termasuk di dalamnya emansipasi dan pendidikan perempuan. Masuknya perempuan di sistem pendidikan inilah yang menjadi pintu gerbang pembuka.
Awalnya, baju Cheongsam hadir dengan siluet yang lebih longgar daripada yang biasa kita lihat zaman sekarang. Perkembangan dan penyebaran baju Cheongsam menjadi busana yang lazim dipakai oleh para perempuan di kota-kota besar seperti Beijing, Shanghai, Hong Kong, dan Taiwan.
Awalnya dibuat dengan material bahan sutra tradisional, seiring perkembangan dunia garmen kemudian diganti dengan material tekstil kontemporer yang lebih murah. Sementara dari segi desain, meski motif bordir tradisional tetap mendominasi, pola geometris dan art deco juga cukup diminati.
Baju Cheongsam juga pernah mengalami penurunan minat. Tak lama setelah kebangkitan pemerintah komunis, baju ini dianggap sebagai identias dari kaum borjuis dan menghilang dari kehidupan sehari-hari di daratan China. Di jalan-jalan Shanghai bahkan sampai ada patroli untuk memastikan tidak ada yang memakai baju Cheongsam.
Namun, popularitas Cheongsam kembali naik pada era koloni Inggris di Hong Kong era 1950-an. Baju Cheongsam menjadi pakaian sehari-hari kala itu. Ditambah dengan pengaruh industri fesyen Eropa, baju Cheongsam ini terlihat biasa dipadukan bersama sepatu hak tinggi, serta aksesori tambahan seperti clucth bag dan sarung tangan putih.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sudah Jarang Terlihat di China
Namun pada 1970-an, baju Cheongsam tak lagi dipakai sebagai pakaian sehari-hari sebagian besar perempuan China karena masuknya pakaian-pakaian Barat yang diproduksi secara masal dan dijual dengan harga jauh lebih murah ketimbang baju itu. Baju ini hanya terlihat dipakai di acara spesial seperti perayaan Imlek, tapi tetap menjadi pakaian yang signifikan dalam sejarah mode perempuan China, dikutip dari Theculturetrip.
Setelan busana Cheongsam yang biasanya dikenakan oleh generasi muda saat ini merupakan versi modern dari dress Qipao. Versi tradisional sebelumnya hadir dengan bentuk siluet yang lebih longgar. Selain lebih longgar, baju Cheongsam atau Qipao versi tradisional untuk wanita juga berdesain lebih tertutup daripada yang beredar saat ini.
Di masa-masa awal, baju Cheongsam kabarnya sengaja dirancang untuk menyembunyikan siluet feminin wanita. Selain itu, warnanya juga tidak lagi didominasi warna merah, tapi juga berbagai warna cerah lainnya.
Di China sendiri kabarnya, pemakaian busana Cheongsam sudah jarang terlihat di tempat-tempat publik. Kaum wanita dipaksa mengenakan busana yang sama dengan pria, disebut sebagai setelan Mao (Mao suit). Namun berbeda dengan China daratan, di Hong Kong baju Cheongsam masih menjadi pakaian sehari-hari, tak hanya di momen tertentu seperti Imlek.
Advertisement