Liputan6.com, Jakarta - Visibilitas artikel ilmiah dan makalah konferensi bergantung pada kemudahan ditemukan di mesin telusur akademis, dan salah satu yang sering menjadi rujukan adalah Google Scholar.
Untuk meningkatkan visibilitas, Search Engine Optimization (SEO) telah diterapkan ke Google Scholar dalam beberapa tahun terakhir. Langkah ini diharapkan akan membuat sistem pemeringkatan dokumen di laman pencarian di Google Scholar menjadi lebih baik.
Studi terbaru telah menemukan apakah bahasa dari dokumen yang ditulis merupakan menjadi salah satu faktor penentu di algoritma penyortiran peringkat hasil penelusuran di Google Scholar.
Baca Juga
Advertisement
"Untuk menerapkan pengoptimalan ini, kami perlu lebih memahami pemahaman kami tentang algoritma peringkat relevansi Google Scholar," ujar Cristòfol Rovira, penulis pertama studi tersebut dari Department of Communication, Pompeu Fabra University (PFU) dikutip dari rilis pers via Eurekalert, Kamis (11/2/2021).
Selain Rovira, penelitian ini juga melibatkan Lluís Codina dan Carlos Lopezosa yang juga berafiliasi ke unit kerja yang sama di PFU.
Untuk penelitian ini, para peneliti menerapkan metodologi penelitian rekayasa terbalik (reverse engineering) berdasarkan analisis statistik menggunakan koefisien korelasi Spearman.
Tiga jenis pencarian dilakukan, yang menghasilkan sampel dari 45 pencarian masing-masing dengan 1.000 hasil (45.000 dokumen): menurut penulis, tahun, dan kata kunci.
Artikel berkualitas dengan ratusan kutipan diperlakukan secara diskriminatif
Para peneliti mendapati ketika pencarian dilakukan di Google Scholar dengan hasil dalam berbagai bahasa, sebagian besar (90 persen) dokumen dalam bahasa selain bahasa Inggris secara sistematis diturunkan ke posisi yang membuatnya sama sekali tidak terlihat.
Dokumen-dokumen itu hampir selalu ditempatkan pada posisi di atas peringkat ke-900, meskipun memiliki kualitas baik dengan ratusan sitasi.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Google Scholar melakukan diskriminasi terhadap dokumen yang tidak ditulis dalam bahasa Inggris dalam pencarian dengan hasil multibahasa.
Advertisement
Dampak
Kurangnya kesadaran akan faktor ini, menurut Rovira dan koleganya, dapat merugikan para peneliti yang bukan penutur bahasa Inggris.
Dampaknya, ini akan membuat para peneliti ini percaya bahwa tidak ada literatur dalam bahasa mereka saat melakukan pencarian dengan hasil multibahasa.
"Ini terutama terjadi pada penelusuran yang paling sering dilakukan, yaitu berdasarkan tahun terbit. Namun demikian, dapat juga terjadi dalam penelusuran menggunakan kata kunci tertentu yang sama dalam bahasa di seluruh dunia, termasuk merek dagang, senyawa kimia, produk industri, akronim, obat-obatan, dan penyakit, dengan Covid-19 menjadi contoh terbaru," tutur Rovira.