Liputan6.com, Jakarta - Pemerhati Industri dan Ekonomi, Fauzi Aziz mengatakan karakteristik pembiayaan investasi di industri hulu maupun antara, misal di sektor industri petrokimia membutuhkan investasi besar juga mempunyai imbal hasil yang rendah, berjangka panjang, atau berisiko tinggi, tetapi juga memiliki economic outcome yang tinggi.
"Investasinya termasuk dalam kategori sebagai pembangunan industri stategis dalam rangka pendalaman struktur industri nasional dan mengurangi ketergantungan impor," jelas Fauzi di Jakarta, Kamis (11/2/2021).
Advertisement
Fauzi juga mengungkapkan tidak semua investor tertarik untuk membangun industri yang karakteristiknya seperti itu. Wajar jika pemerintah memberikan dukungan kemudahan investasi dan memberikan insentif yang menarik, baik insentif moneter maupun fiskal.
"Selama ini pemerintah telah memberikan insentif pajak berupa tax holiday tax allowance maupun pembebasan atau penangguhan PPN seperti diatur dalam UU nomor 25/2007 tentang penanaman modal," paparnya.
Lebih lanjut mantan Dirjen IKM ini mengatakan mengenai insentif PPN, sebaiknya seluruh belanja investasi pada tahap konstruksinya PPN masukannya bersifat terbuka untuk bisa dikreditkan dengan PPN keluarannya saat produksi komersial meskipun baru akan terjadi kemudian.
Sebab jika dibatasi hanya 5 tahun ketika masa konstruksinya lewat 5 tahun, maka status PPN masukannya tidak dapat dikreditkan, sehingga menjadi beban tambahan dari biaya investasi.
"Pemerintah sebaiknya dapat mempertimbangkan dua hal, yaitu menambah batas waktu masa Pengkreditan dari 5 thn menjadi 10 tahun atau disamakan dengan batas waktu tax holiday atau Pengkreditan PPN masukannya tidak ada batas waktu seperti yg berlaku di Thailand dan Vietnam," jelasnya.
Menurut Fauzi Aziz, pemerintah tidak rugi jika skema tersebut diberlakukan karena piutangnya PPNnya tidak hilang, kecuali hanya tertunda penarikannya akibat adanya fasilitas penangguhan PPN. Sebaiknya fasilitas PPN ini berlaku equal Treatment baik PPN impor maupun PPN dalam negeri.
Fauzi juga mengatakan bahwa pemulihan ekonomi harus dimulai dari investasi yang tinggi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Kemudahan investasi, pemberian insentif pajak yang semakin menarik, dan adanya jaminan kepastian hukum merupakan 3 variabel penting untuk mendongkrak investasi di dalam negeri," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jaga Iklim Investasi, Kemenperin Harap Pengkreditan PPN Diperpanjang
Saat ini sistem PPN di tanah air, dirasa masih belum ramah terhadap investasi, terlebih lagi dengan adanya pandemi. Berdasarkan PMK No 31/PMK.03/2014, masa pengkreditan PPN Masukan hanya diberikan selama 3 tahun, dengan tambahan maksimal 2 tahun. Ini jelas sangat menyulitkan pengusaha yang akan berinvestasi.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fridy Juwono mengatakan kondisi saat ini memang berat, tapi kita juga berusaha semaksimal mungkin memberikan apa yang dibutuhkan oleh pengusaha.
Terkait PPN, dia akan membicarakan di internal Kemenperin terlebih dahulu. Namun dia mengakui untuk PPN sebaiknya diberikan waktu yang cukup seperti 2 kali masa tenggang, kira kira di atas 10 tahun.
"Seperti kita ketahui kebijakan non fiskal seperti saat ini yang sedang dikaji seperti potongan harga listrik dan gas, semua intensif diupayakan oleh pemerintah karena ingin industri dalam negeri bisa menekan biaya produksi. Dengan begitu, diharapkan bisa menghasilkan produk yang bersaing dengan negara lain," jelasnya di Jakarta, Selasa (9/2/2021).
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Industri Olefin Aromatik Plastik Indonesia (INAPLAS) Suhat Miyarso mengungkapkan kekhawatirannya dengan mega proyek petrokimia akan beresiko menanggung biaya modal tinggi akibat masa kredit PPN di Indonesia yang relatif terlalu pendek dan akan berpotensi menyebabkan investasi tersebut dipindahkan ke negara lain dengan sistem PPN yang lebih ramah terhadap investasi.
“Selain hambatan dari situasi pandemi, mega proyek tersebut juga berpotensi terkendala oleh regulasi masa kredit PPN Indonesia yang terlampau pendek masa kredit PPN tersebut menyebabkan mayoritas mega proyek petrokimia tidak dapat mengkreditkan PPN Masukan (Input Tax) terhadap belanja modal (Capital Expenditure / CAPEX), yang justru banyak dibelanjakan mendekati akhir masa konstruksi,” jelas Suhat, kemarin.
"Dalam situasi normal, konfigurasi mega investasi petrokimia terintegrasi yang begitu kompleks memerlukan waktu konstruksi antara 5-8 tahun. Akibat dampak pandemi Covid-19, masa konstruksi diperkirakan lebih lama karena mobilisasi ribuan pekerja konstruksi dalam satu wilayah yang sama tidak sesuai dengan protokol keselamatan. Pandemi juga menyebabkan rencana Final Investment Decision (FID) dari beberapa mega proyek tersebut mundur akibat shock yang terjadi pada industri petrokimia," paparnya.
Suhat menambahkan di negara tetangga, seperti Thailand dan Vietnam tidak memiliki batasan pengkreditan PPN bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) belum berproduksi. Dengan demikian, investor akan cenderung melihat kedua negara tersebut sebagai lokasi yang lebih layak untuk ditanamkan investasi mega proyek petrokimia.
Advertisement