Hakim Tolak Nota Keberatan Terdakwa Petinggi KAMI Jumhur Hidayat

Hakim menyatakan untuk pemeriksaan perkara penyebaran berita bohong atas terdakwa Petinggi KAMI untuk dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Feb 2021, 14:25 WIB
Jumhur Hidayat.

Liputan6.com, Jakarta Majelis Hakim menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan terdakwa Jumhur Hidayat atas kasus penyebaran berita bohong atau hoaks. Putusan sela tersebut dibacakan majelis hakim di ruang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Dalam persidangan, Hakim menyampaikan bahwa dakwaan yang telah dituangkan Jaksa Penuntut Umum telah merincikan adanya unsur-unsur pidana yang dilakukan petinggai Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia KAMI tersebut sebagaimana surat dakwaannya maka hakim menyatakan sah.

"Penuntut umum telah mencantumkan dan menguraikan unsur-unsur pidana yang dilakukan dalam surat dakwaan," ujar hakim ketua saat pembacaan putusan sela.

Karena dinyatakan sah maka, Hakim menyatakan untuk pemeriksaan perkara penyebaran berita bohong atas terdakwa Petinggi KAMI untuk dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi.

"Menyatakan nota keberatan kuasa hukum tidak diterima untuk seluruhnya. Memerintahkan pemeriksaan perkara atas nama Jumhur Hidayat dilanjutkan," sambungnya.

 

Ikuti cerita dalam foto ini https://story.merdeka.com/2303605/volume-5

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Eksepsi Ditolak

Sebelumnya, JPU telah meminta majelis hakim untuk menolak nota keberatan atau eksepsi yang dilayangkan oleh Jumhur Hidayat. Dalam jawaban atas eksepsi Jumhur, JPU meminta agar majelis hakim untuk menerima surat dakwaan terhadap Jumhur. Tentunya, dakwaan tersebut juga diklaim telah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.

"Menetapkan bahwa seluruh eksepsi yang diajukan penasehat hukum terdakwa Jumhur Hidayat ditolak, setidak-tidaknya tidak dapat diterima," kata jaksa saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/2).

Atas hal itu, JPU juga meminta agar majelis hakim melanjutkan perkara ini pada tahap berikutnya. JPU mengklaim telah meminta pada Ketua Majelis Hakim untuk melakukan perubahan dakwaan yang kemudian disetujui oleh Ketua Majelis Hakim.

Bahkan, persetujuan itu sudah terjadi sebelum dakwaan terhadap Jumhur dibacakan dalam sidang perdana.

"Dengan demikian dalil Penasihat Hukum terdakwa terkait dengan surat dakwaan tidak sah. Karena JPU mengubah surat dakwaan tanpa permohonan ke Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak dapat diterima dan harus dikesampingkan," kata JPU.

Mengenai dalil penangkapan serta penahanan terhadap Jumhur cacat secara formil, JPU mengklaim jika penyidikan telah dilakukan sesuai ketentuan hukum. Tentunya, lanjut JPU, upaya pemeriksaan hingga penahanan terhadap Jumhur sudah merujuk pada KUHAP.

"Dan selama penyidik melakukan kewenangannya tersebut tidak keberatan baik dari terdakwa maupun Penasihat Hukumnya," sambung JPU.

Untuk itu, JPU juga meminta agar majelis hakim tidak menerima keberatan kubu Jumhur mengenai hal itu. Pasalnya, keberatan kuasa hukum tidak mempunyai alasan yang masuk akal.

"Dan kami mohon Majelis Hakim untuk tidak menerima dan mengesampingkannya," papar JPU.

Tak hanya itu, JPU juga mengklaim jika surat dakwaan terhadap Jumhur sudah cermat. JPU mengatakan, dakwaan telah disusun dengan memperhatikan unsur pasal yang didakwakan.

"Dakwaan tersebut kami susun secara teliti, penerapan hukumnya sudah tepat karena unsur dan pasal yang didakwaan telah sesuai dengan uraian perbuatan terdakwa dapat dipertanggungjawabkan," kata JPU.

Atas hal tersebut Jumhur didakwa dengan dua pasal alternatif. Pertama, dia dijerat Pasal 14 ayat (1) jo Pasal 15 Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan dari UU RI nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka.com

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya