Masyarakat Diminta Tak Terpancing Isu Hoaks Penyebab Meninggalnya Maheer At-Thuwailibi

Menurut Edi, penyidik Bareskrim Polri sudah memberikan hak-hak Maheer sebagai tersangka ataupun tahanan, seperti didampingi penasihat hukum dan bisa dibesuk keluarga

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Feb 2021, 15:51 WIB
Ustaz Yusuf Mansur dan kerabat mengotong keranda jenazah Ustaz Maaher untuk dimakamkan di kompleks Pondok Pesantren Daarul Quran, Cipondoh, Tangerang, Banten, Selasa (9/2/2021). Kepergian Ustaz Maheer meninggalkan duka mendalam, terutama istri dan dua orang anaknya. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Tersangka kasus ujaran kebencian Soni Erenata alias Maheer At-Thuwailibi meninggal di Rutan Bareskrim Mabes Polri, Senin, 8 Februari 2021. Polemik muncul karena polisi enggan menyampaikan sakit yang dialami Maheer hingga membuatnya meninggal dunia.

Terkait hal itu, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan menilai Polri selama ini cukup memberikan perhatian khusus terhadap kesehatan Maheer. Bahkan, polisi sempat membawa Maheer berobat ke Rumah Sakit Polri Kramatjati. Namun, takdir Tuhan berkehendak lain.

"Ini kematian, kita tidak pernah tahu kapan, ini adalah jalan Tuhan. Saya kira Polri sudah berusaha keras untuk melakukan pendekatan-pendekatan kepada Maheer dan juga keluarga agar dilakukan pengobatan kepada yang bersangkutan," kata Edi kepada wartawan, Kamis (11/2/2021).

Menurut Edi, penyidik Bareskrim Polri sudah memberikan hak-hak Maheer sebagai tersangka ataupun tahanan, seperti didampingi penasihat hukum dan bisa dibesuk keluarga. Terkait penangguhan penahanan, Edi menilai penyidik memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan apakah menyetujui atau tidak.

"Ada beberapa pertimbangan dalam memberikan penangguhan penahanan kepada tersangka atau tahanan, yakni tidak mempersulit penyidikan, tidak menghilangkan barang bukti, kemudian tidak mengulangi perbuatannya," kata Edi.

Sedangkan Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mengatakan Kompolnas melihat penyidik menahan ustad Maheer berdasarkan alasan obyektif dan subyektif yang diatur dalam Pasal 21 Ayat (1) dan Ayat (4) KUHAP.

"Pada saat dilakukan penahanan, saudara Soni dalam kondisi sehat sehingga bisa dilakukan penahanan dan penyidikan perkaranya," ujar Poengky.

Poengky mengatakan, perkara Soni sudah dinaikan ke Kejaksaan dan sudah tahap dua. Artinya, kewenangan menahan ada pada Kejaksaan. "Ketika penyerahan berkas perkara dan terdakwa dari penyidik Polri ke Kejaksaan, berarti tanggung jawab ada pada jaksa penuntut umum," terang Poengky.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Tidak Ada Penyiksaan

Menurut Poengky, penyidik pasti memerhatikan kondisi terdakwa saat penyerahan ke jaksa. Jika terdakwa sehat, maka proses dilanjutkan dan jaksa penuntut umum berwenang memperpanjang penahanan.

"Kami melihat penyidik sudah melakukan tindakan yang sesuai hukum dengan membantarkan ke rumah sakit ketika saudara Soni sakit. Oleh karena itu kami berharap kepada pihak-pihak yang tidak mengetahui kejadiannya, tetapi memperkeruh suasana melalui opini-opini yang menyesatkan di media sosial, agar menahan diri dan menghentikan tindakannya," ujar Poengky.

Poengky menegaskan tidak benar penyidik menyiksa Maheer. Dia menambahkan, penyidik memiliki bukti-bukti, termasuk rekam medis dan hasil laboratorium lengkap.

"Bahkan keluarga saudara Soni Eranata telah membantah isu-isu tidak bertanggungjawab yang menyatakan saudara Soni disiksa polisi. Keluarga menyatakan bahwa saudara Soni diperlakukan dengan baik oleh penyidik," ungkap Poengky.

Kompolnas melihat penyidik sudah profesional dalam melaksanakan tugas. Menurut dia, masyarakat harus mewaspadi hoaks yang mungkin digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk memperkeruh suasana.

"Kompolnas berharap Polri tetap profesional dan berbasiskan scientific crime investigation sebagai penguat penyidikannya," pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya