Kekurangan Aplikasi Digital Screen Reader yang Diklaim Memudahkan Disabilitas

Sebuah lembaga independen, Suarise Indonesia menggandeng tim desainer SomiaCX membuat sebuah aplikasi digital untuk memudahkan tunanetra agar mampu bekerja mandiri di perusahaan.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Feb 2021, 18:23 WIB
ilustrasi aplikasi smartphone untuk tunanetra. Photo by William Iven on Unsplash

Liputan6.com, Jakarta Sebuah lembaga independen, Suarise Indonesia menggandeng tim desainer SomiaCX untuk berdiskusi membahas aksesibilitas dan service desain pada Industri finansial dan perbankan yang membantu tunanetra agar mampu bekerja mandiri di perusahaan.

Kepraktisan yang ditawarkan oleh layanan aplikasi digital diharapkan mampu dirasakan oleh seluruh umat manusia, termasuk didalamnya para penyandang disabilitas. 

“Aksesibilitas itu nggak hanya cuma untuk jenis disabilitas saja, tapi juga untuk semua jenis disabilitas,” kata Pendiri sekaligus Konsultan Aksesibilitas, Rahmaut dikutip dari laman YouTube Suarise ID, ditulis Minggu (14/2/2021).

Menurut Rahmaut, penggunaan aplikasi digital perbankan yang digabungkan dengan aplikasi digital screen reader ini dapat memberikan layanan sesuai kebutuhan.

Akan tetapi dalam praktiknya, para pengguna tidak sepenuhnya merasakan kemudahan yang diharapkan. Terdapat kendala-kendala teknis yang masih memerlukan banyak perbaikan. Salah satu kendala yang ditemui adalah tidak ada label yang mampu dideteksi oleh screen reader, maka yang terjadi adalah para penyandang disabilitas kesulitan untuk mengakses dan tidak merasakan kemudahan dari aplikasi digital tersebut.

“Label ini menjadi penting pada aplikasi digital screen reader, sebab apabila sebuah tombol tidak berlabel contohnya seperti tombol like maka screen reader tidak mampu mendeteksinya,” kata Rahmaut ketika menunjukkan kendala penggunaan screen reader pada salah satu aplikasi digital perbankan pada audiens.

 

Simak Video Berikut Ini:


kurangnya label pada tombol

Ia juga menambahkan, bahwa terdapat beberapa tombol-tombol penting dalam aplikasi digital yang tidak memiliki label untuk dideteksi oleh screen reader. Tidak hanya pada tombol penting saja, masalah juga muncul pada Banner penawaran yang tidak mampu dideteksi. Sehingga penyandang disabilitas pengguna layanan ini tidak sepenuhnya memahami layanan digital perbankan yang digunakannya.

“Tombol love itu nggak ada labelnya, ini penting karena nanti si screen reader-nya hanya akan nyebutkan kata-kata button, button, button, atau tombol, tombol, tombol, tanpa tahu apa isinya. Banner yang berisikan penawaran benefit juga ngga kebaca karena nggak ada labelnya,” tuturnya.

Harapan kemudahan melalui aplikasi digital yang seharusnya mampu memberikan kemudahan bagi para penyandang disabilitas justru malah mempersulit.

Menurut Pahsa, seorang UX Designer Bank BRI yang membantu Bank BRI merealisasikan produk layanan jasanya dengan menghadirkan digital signature. Ia menegaskan bahwa kekurangan yang saat ini banyak ditemui pada layanan aplikasi digital perbankan juga disebabkan oleh kemampuan teknologi yang ada belum mampu meng-cover seluruh pelayanan dengan baik. Sehingga belum sepenuhnya ramah terhadap penyandang disabilitas. Selain itu, bermunculan pula oknum nakal yang cerdik mengelabuhi sistem yang telah dibuat.

“Ketika pelaksanaannya banyak ditemui pengguna nakal yang memanipulasi foto untuk discan pada digital signature, celah-celah ini yang menyulitkan pihak Bank membaca data. Selain itu juga, kebimbangan untuk mengembangkan layanan ini muncul karena faktor kemampuan device yang digunakan oleh penggunanya juga mempengaruhi.” 

 

Penulis: Rissa Sugiarti


Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya