Fahri Hamzah: Demokrasi Indonesia Masih Memerlukan Banyak Perubahan Paradigma

Survei LSI pada Februari 2020 lalu menunjukkan, tingkat ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap demokrasi sangat tinggi.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 12 Feb 2021, 09:35 WIB
Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. (Merdeka.com)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah menyebutkan, hingga kini pelaksanaan demokrasi masih terasa berjarak dengan pelaku politik maupun masyarakat.

Menurut Fahri, kondisi tersebut disebabkan demokrasi sejauh ini belum dijadikan sebagai tradisi berpikir dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Sedangkan bangsa kita ini masih mengedepankan perasaan. Demokrasi masih belum terbentuk sebagai kekayaan gagasan universal kehidupan suatu bangsa," ucap Fahri dalam webinar nasional parpol dan tantangan demokrasi, Jumat (12/2/2021).

Menyikapi keadaan demokrasi tersebut, Fahri menuturkan, sudah saatnya Indonesia ke depan meningkatkan lagi inovasi agar makin lebih baik lagi dalam melihat masalah yang terjadi.

Sementara itu, juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Faldo Maldini yang juga menjadi pembicara webinar menyampaikan bahwa seharusnya politikus dapat memberikan solusi terhadap segala masalah yang hadir di tengah masyarakat.

"Aktivitas politik itu lahirkan proses politik. Yang kemudian memunculkan aktor-aktor politik dan mampu secepatnya selesaikan persoalan di masyarakat," ujar Faldo.

Hal lain dikemukakan Faldo adalah partai politik dapat mencontoh ke pengembang teknologi supaya mampu melahirkan produk aplikasi yang diterima serta bermanfaat bagi masyarakat.

 

Load More

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Survei Ketidakpuasan Masyarakat Terhadap Demokrasi

Pembicara lainnya, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan memaparkan, pada Februari 2020 berdasarkan data yang dimilikinya, tingkat ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap demokrasi sangat tinggi.

Faktor tersebut, ungkap Djayadi, disebabkan partai politik yang dalam aktivitasnya lebih banyak ke ranah negara ketimbang masyarakat. Padahal partai politik dalam fungsinya haruslah berimbang antara ke negara dan masyarakat.

"Partai politik lebih asyik urusan ke negara, dengan mainan-mainannya sehingga lupa dengan tuntutan masyarakat. Aspirasi masyarakat belum jadi pertimbangan utama," kata Djayadi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya