Liputan6.com, Jakarta - Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (PSTA-Lapan) memprakirakan potensi cuaca ekstrem di Indonesia berlangsung hingga Mei 2021.
Menurut Ketua Tim Variabilitas Iklim-Awal Musim (TIVIAM) PSTA-Lapan Erma Yulihastin, potensi kejadian cuaca ekstrem berupa hujan deras diprediksi terjadi di sebagian besar Jawa hingga Maret 2021, sedangkan Papua dan Sulawesi hingga Mei 2021.
Advertisement
Selain itu, kejadian ekstrem yang dipicu oleh angin kencang diprediksi berlangsung hingga Maret 2021 di kawasan LTS dan Laut Jawa.
"Kondisi ini patut diwaspadai karena hingga Mei 2021, potensi kejadian cuaca ekstrem masih tinggi di wilayah Indonesia," ujar Erma dalam keterangan resminya kepada Liputan6.com, Jumat (12/2/2021).
Ikuti cerita dalam foto ini https://story.merdeka.com/2303605/volume-5
Sebelumnya, kata dia, pada Januari 2021, peningkatan hujan terjadi secara merata di sebagian besar wilayah selatan Indonesia, yaitu Sumatera bagian selatan, Jawa, Kalimantan bagian selatan, Sulawesi bagian selatan, Bali, Lombok, Nusa Tenggara, dan sekitarnya.
Erma menjelaskan, peningkatan hujan yang secara maksimum terjadi pada dasarian III Januari 2021, dipengaruhi oleh penguatan angin monsun Asia karena beberapa faktor.
"Pertama yaitu pendinginan suhu permukaan laut di Laut Tiongkok Selatan (LTS), kedua seruak dingin yang memicu pembentukan angin utaraan kuat di sekitar Selat Karimata (CENS). Ketiga pembentukan vorteks Borneo dan vorteks lainnya di Belahan Bumi Selatan (BBS) di Samudra Hindia dan dekat Australia," papar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Aktivitas Gelombang Kelvin
Erma menuturkan, kondisi tersebut menyebabkan pembelokan angin monsun utaraan menjadi baratan terjadi sangat kuat.
Sehingga, kata dia, distribusi uap air terjadi secara masif dari barat ke timur dalam waktu yang relatif singkat ke seluruh wilayah di selatan ekuator.
Selain itu, lanjut Erma, aktivitas gelombang Kelvin terjadi yang bersamaan dengan vorteks Borneo pada pertengahan Januari 2021 dan telah memicu hujan ekstrem lebih daru 200 milimeter per hari di Kalimantan Selatan.
"Sehingga menimbulkan dampak banjir yang parah dan luas di wilayah tersebut," tukas Erma.
Advertisement