Liputan6.com, Aceh - Puluhan batu nisan yang diduga situs makam peninggalan Kerajaan Aceh Darussalam ditemukan di lokasi proyek pembangunan jalan tol Sigli-Banda Aceh (Sibanceh) di kawasan Kabupaten Aceh Besar.
Ketua Komunitas Peubeudoh Sejarah, Adat dan Budaya (Peusaba) Aceh Mawardi Usman di Aceh Besar, Rabu mengatakan penemuan itu bermula ketika anggotanya berkeliling melihat situs cagar budaya di Banda Aceh dan Aceh Besar.
Baca Juga
Advertisement
Kemudian, mendapat laporan masyarakat bahwa di pinggir jalan Kajhu-Banda Aceh, tepatnya di kawasan pembangunan gerbang tol Sibanceh seksi 6 Kuta Baro-Baitussalam ditemukan batu nisan peninggalan era kerajaan Aceh.
“Kapolsek juga turun ke lapangan dan melihat ada beberapa makam situs cagar budaya yang mengenai tol. Setelah kami lihat memang benar ada beberapa makam orang penting era Kesultanan Aceh Darussalam yang mau digeser untuk perluasan gerbang tol,” katanya, dikutip Antara.
Kondisi makam di kawasan itu memang tidak lagi utuh. Nisan dengan ukiran khas era kesultanan Aceh itu ada yang berukuran besar dan kecil. Kebanyakan batu nisan sudah tertimbun tanah, namun ada juga yang masih tegak berdiri terlihat dengan jelas.
Kata Mawardi berdasarkan pemantauan Peusaba bahwa batu nisan yang ditemukan di lokasi itu berjumlah sekitar 20-an. Menurut dia, batu nisan tersebut diproduksi pada era ulama Aceh Syekh Abdur Rauf as-Singkili.
Simak Video Pilihan di Bawah Ini:
Kediaman Keluarga Raja dan Ulama
“Dari bentuk batu nisan itu menunjukkan bahwa banyak di sini ulama sufi, yang sudah terdeteksi di sepanjang (lokasi proyek tol) yang sudah dikeruk,” katanya.
Ia menambahkan sejak dulu kawasan Kajhu memang terkenal sebagai tempat kediaman para keluarga raja, meliputi Tuanku Hasyim Banta Muda (1848-1897), Wali Sultan Muhammad Dawod Syah dan Panglima Perang Aceh yang melawan Van Swieten, juga dilahirkan disini.
“Kawasan ini juga dikenal sebagai tempat berdiam Wazir Sultan Panglima Paduka Sinara yang juga Ulebalang Pulau Weh,” katanya.
Selanjutnya, terdapat juga beberapa Ulebalang lain yang terkenal seperti Teuku Paya Ulebalang Mukim Paya dan Lambada, yang merupakan anggota dewan delapan yaitu delapan pembesar Aceh yang melakukan lobi melawan Belanda di Penang.
“Kami tidak menolak pembangunan jalan tol di Aceh, tapi bagaimana mensiastinya. Contohnya mungkin digeser pintu tol sehingga tidak mengenai makam itu sendiri. Harapan kami batu nisan itu harus diposisi semula. Dan yang digeser itu pembangunanya bukan makamnya,” katanya.
Advertisement
Program Khusus Cagar Budaya
Pemerintah Aceh diminta memiliki program khusus terkait penanganan situs cagar budaya, mengingat masih banyak makam purbakala peninggalan masa lampau yang masih kurang terurus dengan baik.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI asal Aceh Nasir Djamil, Jumat, mengatakan dengan adanya peristiwa penemuan batu nisan yang diduga makam ulama dan raja-raja Aceh masa lalu di lokasi proyek gerbang tol Sigli-Banda Aceh (Sibanceh) membuat pemerintah lebih memprioritaskan.
“Mudah-mudahan dengan beberapa peristiwa sebelumnya, kemudian ada peristiwa (penemuan) ini menjadi momentum bagi Pemerintah Aceh untuk memprioritaskan penanganan terkait dengan batu-batu nisan atau pemakaman yang dinilai itu para ulama dan para raja masa lalu,” kata Nasir.
Sebenarnya, menurut anggota Komisi II DPR RI itu, masih banyak lokasi-lokasi pemakaman dan situs cagar budaya lainnya peninggalan Kerajaan Aceh masa lalu yang berserakan tertimbun tanah akibat peristiwa gempa dan tsunami Aceh 2004 silam.
Namun, dia menilai selama ini belum ada program dari Pemerintah Aceh fokus terhadap penanganan situs-situs cagar budaya tersebut sehingga masih banyak yang jauh dari perhatian.
“Sebenarnya banyak kalau kita mau jujur banyak tempat-tempat seperti ini. Karena kita pernah mengalami tsunami bisa saja tempat itu tertimbun dan kita memang tidak punya program khusus,” katanya.
Sebelumnya dilaporkan penemuan puluhan batu nisan pemakaman yang diduga milik ulama dan raja-raja Aceh pada masa Kerajaan Aceh Darussalam di lokasi proyek pembangunan gerbang tol Sibanceh seksi 6 Kuta Baro-Baitussalam.
Menurut Nasir, jenis batu nisan yang ditemukan terdiri dari berbagai level, mulai milik ulama, raja-raja, Ulee Balang (pemimpin) dan lainnya. Maka apabila nantinya ahli menyebutkan bahwa ini sebagai salah satu kawasan inti peninggalan Kerajaan Aceh maka tentu akan menjadi informasi baru bagi masyarakat Aceh dan Nusantara.
“Jadi mari kita selamatkan untuk menjaga warisan masa lalu. Meskipun hanya batu, tidak bernyawa, tapi ini bisa menceritakan kepada kita bagaimana posisi dan peran mereka dulu,” katanya.