Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior, Rizal Ramli memperkirakan ekonomi Indonesia pada tahun ini atau 2021 hanya bisa tumbuh sekitar 2 persen. Angka ini lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah sebesar 4,5 persen sampai dengan 5,5 persen.
"Ada harapan ekonomi bisa tumbuh 2 persenan tahun 2021," katanya seperti dikutip dari laman resminya, Senin (15/2).
Advertisement
Dia mengatakan sulit diharapkan ekonomi aka ceat membaik di tahun 2021. Apalagi sebelum ada pandemi saja rata-rata pertumbuhan ekonomi domestik hanya 5,1 persen saja.
"Tidak semudah 'angin sorga' yang diucapkan oleh ‘Menkeu Terbalik’ bahwa ekonomi Indonesia akan melesat 5,5 persen tahun 2021," tulisnya.
Dia menambahkan, ada beberapa indikator yang menyebebakan ekonomi tahun ini berkisar 2 persen. Pertama masalah penaganan Covid-19. Menurutnya vaksinasi yang diharapkan akan mengurangi resiko dan kematian akibat pandemi, keliatannya baru akan mulai intensif setelah semester II-2021.
Hal tersbeut terjadi karena keterlambatan supply vaksin yang dilakukan oleh menteri kesehatan sebelumnya. Dengan demikian, paling cepat, effektifitasnya vaksinasi baru akan terasa di akhir 2022.
"Dengan tingkat vaksinasi yang rendah dan lambat itu, walaupun dibantu dengan mikro-lockdown, sulit diharapkan ekonomi akan cepat membaik di tahun 2021," jelasnya.
Selain masalah pandemik, pertumbuhan kredit sangat rendah, bahkan negatif 1,39 persen pada November 2020 juga menjadi pemicu. Pertumbuhan ini menjadi terendah sejak krisis ekonomi 1998, karena likwiditas di masyarakat dan lembaga keuangan tersedot setiap kali pemerintah menerbitkan Surat utang Negara (SUN).
"Apa yang disebut sebagai “crowding-out”. Jadi boro-boro nambah, likwiditas di masyarakat “disedot” itulah yang menyebabkan daya beli rakyat semakin merosot," jelasnya.
Sementara, di bidang fiskal, keseimbangan primer negatifnya semakin besar. Artinya hanya untuk bisa membayar bunga utang, harus meminjam lebih besar lagi dengan bunga lebih tinggi dari negara-negara yag ratingnya lebih rendah dari RI. Atau sama dengan menggali lobang, menutup lobang.
"Menunjukkan bahwa pengelolaan fiskal amburadul dan ugal-ugalan alaupun dengan muka tebal tetap bela diri bahwa ‘pengelolaan fiskal hati-hati (prudent)," jelasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Indonesia Butuh Rp 5.912 Triliun Kejar Pertumbuhan Ekonomi 5,5 Persen
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, Indonesia membutuhkan realisasi investasi antara Rp 5.817,3-5.912,1 triliun agar pertumbuhan ekonomi pada 2021 bisa mencapai 5,5 persen.
Sebagai catatan, realisasi investasi pada 2020 hanya mencapai Rp 4.897,78 triliun karena pertumbuhan ekonomi terkontraksi. Jumlah tersebut minus 4,95 persen dari realisasi investasi pada 2019.
Oleh karenanya, Suharso menyampaikan, dibutuhkan tambahan investasi sebesar Rp 919,52-1.014,32 triliun dari pendapatan di 2020 agar ekonomi dapat tumbuh di kisaran 4,5-5,5 persen.
"Dibutuhkan pendanaan sekitar Rp 5.817,3-5.912,1 triliun. Investasi pemerintah menyumbang sekitar 5,0-1,7 persen dari total kebutuhan investasi, sehingga diperlukan investasi dari non-pemerintah," ujar dia dalam konferensi pers di Kantor Pusat Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Selasa (9/2/2021).
Menurut dia, Indonesia tak bisa terlalu mengharapkan investasi pemerintah yang secara share porsinya tak banyak. Begitu pula dengan investasi perusahaan BUMN, dengan porsi 4,9-8,1 persen.
Di sisi lain, porsi investasi pihak swasta memiliki share antara 84,7 hingga 90,1 persen.
Jika menilik pada perhitungan sebelumnya, Suharso menyatakan, prediksi Bappenas acapkali mendekati dengan realisasi sesungguhnya.
Dia mencontohkan angka pertumbuhan ekonomi 2020 Indonesia yang diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 2,07 persen, yang tak jauh dari perkiraan yang dikeluarkan Kementerian PPN/Bappenas dalam pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah (RKP) pada November 2020.
"Untuk pertama kali sejak krisis (ekonomi 1998) Indonesia mengalami kontraksi dengan pertumbuhan ekonomi minus 2,07 persen. Angka ini sangat dekat sekali dengan proyeksi Bappenas. Proyeksi Bappenas adalah minus 2,0 persen," ujarnya.
Advertisement
Sri Mulyani Anggarkan Pembiayaan Investasi 2021 di Angka Rp 184,46 Triliun
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengalokasikan pembiayaan investasi tahun anggaran 2021 sebesar Rp 184,46 triliun. Anggaran itu lebih rendah dari alokasi pada 2020 yang mencapai Rp 257,1 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, anggaran tersebut akan diberikan kepada enam pos. Pertama yakni untuk mendukung sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas melalui anggaran pendidikan sebesar Rp 66,4 triliun.
Di mana anggaran itu, digunakan untuk BLU LPDP Rp20 triliun, dana abadi penelitian Rp 3 triliun, dana abadi kebudayaan Rp 2 triliun, dana abadi perguruan tinggi Rp 4 triliun, serta cadangan pembiayaan pendidikan Rp 36,4 triliun.
Kedua, pembiayaan investasi diberikan untuk akselerasi pembangunan infrastruktur dengan anggaran sebesar Rp 26,27 triliun. Anggaran itu terdiri dari PT PLN sebesar Rp 5 triliun, PT Hutama Karya Rp 6,2 triliun, PT PAL Rp 1,3 triliun, PT Pelindo III Rp1,2 triliun, PT ITDC Rp 47 miliar, PT KIW Rp 98 miliar, dan BLU LMAN Rp 11,12 triliun
"Ketiga untuk mendorong Program ekonomi nasional kita memberikan alokasi untuk LPEI yang memang kinerja untuk beberapa tahun terakhir waktu kita lihat non performing yang meningkat diperlukan untuk tetap bisa menjaga peranan. Artinya sekarang kita juga mintakan di dalam PEN adalah untuk memberikan penjaminan maka dilakukan sebesar Rp 5 triliun," bebernya dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (8/2/2021).
Bendahara Negara itu melanjutkan, pembiayaan investasi 2021 keempat akan diarahkan untuk penguatan kelembagaan dan dukungan pembiayaan bagi UMKM, Umi dan MBR. Adapun anggaran dukungan kelembagaan dan pemberdayaan kepada kelompok ini ini sebesar Rp 40,87 triliun.
Anggaran itu terdiri dari PT BPUI sebesar Rp 20 triliun, PT SMF Rp 2,25 triliun, BLU PPDPP Rp 16, l62 triliun, dan BLU PIP Rp 2 triliun.
Selanjutnya pemerintah juga menyiapkan pembiayaan investasi untuk meningkatkan peran serta Indonesia di dunia internasional yakni mencapai Rp 2,92 triliun. Adapun sebesar Rp 2 triliun untuk LDKPI dan Rp 920 miliar dalam mendukung diplomasi internasional dan investasi pada lembaga keuangan internasional.
"Sedangkan untuk pemulihan ekonomi nasional ada program PEN Rp 43 triliun di mana Rp 10 triliun adalah dalam bentuk program pinjaman kepada daerah dan Rp 33 triliun adalah cadangan pembiayaan," jelas dia.