Sri Mulyani Sebut Indonesia Jadi Negara G20 yang Mampu Tangani Covid-19

Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 masih cukup moderat jika dibandingkan dengan negara-negara kelompok G20

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Feb 2021, 18:15 WIB
Menkeu Sri Mulyani melantik 2 pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan. Dalam pelantikan ini Sri Mulyani menggunakan masker dan tetap menjaga jarak. (Dok Kemenkeu)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 masih cukup moderat jika dibandingkan dengan negara-negara kelompok G20. Ekonomi domestik sendiri pada 2020 tercatat minus sebesar 2,07 persen

"Kalau kita lihat dari sisi kondisi ekonomi Indonesia sebetulnya relatif masih moderat karena kontraksi yang kita alami keseluruhan tahun sebesar 2,1 negatif dibandingkan negara-negara baik di negara G20 maupun negara ASEAN kita relatif cukup moderat," kata dia dalam acara RAPIM TNI-POLRI 2021, secara virtual, Senin (15/2/2021).

Bendahara Negara itu menambahkan, jika dilihat dari sisi kontraksi ekonomi, artinya Indonesia mampu menangani pandemi Covid-19 dan berhasil untuk mengurangi dampak negatif di dalam perekonomian. Sebab dampaknya tidak sedahsyat atau tidak sedalam di negara-negara lain.

"Ada yang lebih baik dari kita seperti Vietnam, China dan Korea Selatan di diukur dari pertumbuhan ekonomi. Namun dari hampir sebagian besar negara G20 atau di negara ASEAN mereka jauh lebih dalam dampak perekonomiannya akibat pukulan Covid-19," jelas dia.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 mencapai minus 2,07 persen. Sementara itu pada triwulan IV-2020 pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi sebesar 0,42 persen dan secara year on year kontraksi sebesar 2,19 persen.

"Pertumbuhan ekonomi secara q to q mengalami kontraksi sebesar 0,42 persen dan pertumbuhan ekonomi y on y dibanding 2019 kontraksi 2,19 persen. Secara kumulatif pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 mencapai kontraksi 2,07 persen," ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam rilis Pertumbuhan Ekonomi secara daring, Jakarta, Jumat (5/2).

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Indonesia Butuh Rp 5.912 Triliun Kejar Pertumbuhan Ekonomi 5,5 Persen

Suasana gedung-gedung bertingkat yang diselimuti asap polusi di Jakarta, Selasa (30/7/2019). Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama dengan pemerintah menyetujui target pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran angka 5,2% pada 2019 atau melesat dari target awal 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, Indonesia membutuhkan realisasi investasi antara Rp 5.817,3-5.912,1 triliun agar pertumbuhan ekonomi pada 2021 bisa mencapai 5,5 persen.

Sebagai catatan, realisasi investasi pada 2020 hanya mencapai Rp 4.897,78 triliun karena pertumbuhan ekonomi terkontraksi. Jumlah tersebut minus 4,95 persen dari realisasi investasi pada 2019.

Oleh karenanya, Suharso menyampaikan, dibutuhkan tambahan investasi sebesar Rp 919,52-1.014,32 triliun dari pendapatan di 2020 agar ekonomi dapat tumbuh di kisaran 4,5-5,5 persen.

"Dibutuhkan pendanaan sekitar Rp 5.817,3-5.912,1 triliun. Investasi pemerintah menyumbang sekitar 5,0-1,7 persen dari total kebutuhan investasi, sehingga diperlukan investasi dari non-pemerintah," ujar dia dalam konferensi pers di Kantor Pusat Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Selasa (9/2/2021).

Menurut dia, Indonesia tak bisa terlalu mengharapkan investasi pemerintah yang secara share porsinya tak banyak. Begitu pula dengan investasi perusahaan BUMN, dengan porsi 4,9-8,1 persen.

Di sisi lain, porsi investasi pihak swasta memiliki share antara 84,7 hingga 90,1 persen.

Jika menilik pada perhitungan sebelumnya, Suharso menyatakan, prediksi Bappenas acapkali mendekati dengan realisasi sesungguhnya.

Dia mencontohkan angka pertumbuhan ekonomi 2020 Indonesia yang diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 2,07 persen, yang tak jauh dari perkiraan yang dikeluarkan Kementerian PPN/Bappenas dalam pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah (RKP) pada November 2020.

"Untuk pertama kali sejak krisis (ekonomi 1998) Indonesia mengalami kontraksi dengan pertumbuhan ekonomi minus 2,07 persen. Angka ini sangat dekat sekali dengan proyeksi Bappenas. Proyeksi Bappenas adalah minus 2,0 persen," ujarnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya