Liputan6.com, Jakarta - Indonesia dan Singapura berkoordinasi dalam melakukan pengawasan terhadap produk ilegal dari atau ke wilayah masing-masing. Kegiatan lintas instansi ini terkait pengawasan di perbatasan.
Dalam pertemuan di Kota Batam tersebut, kedua negara membahas penguatan koordinasi pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir praktik penyelundupan di kawasan perbatasan Indonesia - Singapura yang rawan terjadi, khususnya di Kepulauan Riau.
Advertisement
"Kegiatan koordinasi ini dibentuk untuk memperlancar komunikasi serta tukar menukar data, informasi dan hal-hal lain yang diperlukan agar pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia dapat berjalan lebih efektif dan efisien," tutur Plt. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Antam Novambar dalam keterangan persnya, Selasa (16/2/2021).
Antam menjelaskan tahun 2021, beberapa kasus penyelundupan telah berhasil digagalkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Polri. Pengungkapan kasus tersebut terkait benih bening lobster, antara lain penyelundupan 27 boks benih lobster di Jambi, 28.200 ekor benih di Palembang, serta 42.500 ekor benih di Batu Ampar.
Tak hanya itu, komoditas perikanan penting lain seperti penyelundupan ikan dori juga berhasil digagalkan. Sebanyak 54,9 ton ikan dori yang masuk dari Singapura secara ilegal terungkap.
Dari pengungkapan berbagai kasus tersebut Antam menilai kerja sama dan koordinasi lintas instansi masih perlu ditingkatkan. Ini demi pengawasan yang lebih ketat pada tahun ini.
Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan, Drama Panca Putra mengatakan, Kepulauan Riau merupakan lokasi strategis dengan Singapura dan Malaysia.
"Posisi strategis Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia, membuat wilayah ini rawan penyelundupan komoditas perikanan dari dan ke Indonesia-Singapura," tutur Drama.
Maka, diperlukan koordinasi khusus untuk menyusun strategi menghapuskan penyelundupan. "Diperlukan koordinasi khusus dalam merancang strategi zero percent penyelundupan," sambungnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perlu Ada Perjanjian Kerja Bersama
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Basilio Dias Araujo, menjelaskan perlu ada penyusunan suatu perjanjian kerja sama regional mengenai kriminalitas yang terkait dengan perikanan. Selain itu diperlukan Standar Operating Procedure (SOP) terkait Keamanan Laut.
"Sesuai Kesepakatan Bersama tentang Pertukaran Data dan Informasi dalam rangka Penegakan Hukum di Laut," kata dia.
Dia melanjutkan, saat ini sedang dilaksanakan pembahasan SOP terkait Keamanan Laut melalui serangkaian Rapat Koordinasi. Hal ini didukung dengan SOP Penanganan Penyelundupan Amonium Nitrat dan Potasium melalui laut.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, Asep Asmara mengatakan saat ini belum ada perjanjian bilateral antara Indonesia-Singapura terkait perbatasan. Sehingga demi mengantisipasi terjadinya penyelundupan, perlu ada perjanjian antar kedua negara.
"Perlu segera dilaksanakan agar proses perizinan impor bahan baku, bahan penolong dan barang modal bagi perusahaan perdagangan dan perusahaan industri di wilayah perbatasan dapat lebih baik," kata dia.
Rapat koordinasi yang berlangsung selama dua hari dan dihadiri oleh peserta yang berasal dari jajaran instansi terkait pengawasan wilayah perbatasan lintas negara, seperti Pangkalan PSDKP Batam, Bea Cukai Batam, TNI AL, TNI AD, Marinir, BAIS, Bakamla, BKIPM, Dinas Kelautan dan Perikanan, Kejaksaan Negeri Batam serta Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau.
Kegiatan ini diharapkan mampu menghasilkan kesepakatan bersama antar instansi terkait yang sinergis demi terciptanya zero percent penyelundupan komoditas perikanan penting dari/atau ke dalam wilayah Republik Indonesia dari dan menuju Singapura. Sehingga kelestarian sumber daya perikanan Indonesia dan kerugian negara akibat penyelundupan dapat diselamatkan.
Advertisement