Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diketahui berencana mendiskusikan inisiatif untuk merevisi UU ITE (UU UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi). Terkait wacana ini, sejumlah pihak pun siap untuk berdiskusi membahasnya.
Salah satunya adalah SAFEnet yang memang dalam beberapa tahun terakhir terus mendorong upaya perubahan sejumlah pasal di UU ITE.
Mengutip unggahan dari Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto di Twitternya, Selasa (16/2/2021), SAFEnet mencatat ada sembilan pasal yang bermasalah dalam UU ITE ini.
"Persoalan utama pasal 27-29 UU ITE. Ini harus dihapus karena rumusan karet dan ada duplikasi hukum. Selain itu ada juga pasal2 lain yg rawan persoalan/disalahgunakan dan perlu diperbaiki rumusannya," tulis Damar dalam kicauannya.
Baca Juga
Advertisement
Dalam unggahan tersebut, SAFEnet juga memamaparkan sejumlah persoalan terkait dengan pasal-pasal dalam UU ITE. Untuk mengetahuinya, berikut ini pembahasannya.
1. Pasal 26 ayat 3
Ayat ini dianggap bermasalah karena memungkinkan sensor informasi dan memiliki tafsir hukum karet.
2. Pasal 27 ayat 1
Ayat ini menyimpan masalah dapat digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender secara online dan tafsir hukumnya karet.
3. Pasal 27 ayat 2
Ayat ini bermasalah karena dapat digunakan untuk merepresi legal warga, aktivis, jurnalis atau media. Bahkan, ayat ini dipakai untuk merepresi warga yang mengkritik polisi, pemerintah, termasuk Presiden.
4. Pasal 28 ayat 2
Ayat ini bermasalah sebab dapat digunakan untuk merepresi minoritas agaman, sekaligus merepresi warga yang mengkritik polisi, pemerintah, dan Presiden.
Pembahasan Lanjutan
5. Pasal 29
Ayat ini bermasalah karena dipakai untuk memidana orang yang mau melapor ke polisi.
6. Pasal 36
Ayat ini dinilai memiliki masalah sebab dicuplik untuk memperberat hukuman pidana defamasi.
7. Pasal 40 ayat 2a
Ayat ini dinilai bermasalah karena menjadi dasar internet shutdown dengan dalih mengurangi penyebaran hoaks termasuk muatan yang dilarang.
8. Pasal 40 ayat 2b
Ayat ini bermasalah sebab dapat menegaskan peran pemerintah yang lebih diutamakan ketimbang putusan pengadilan dalam hal internet shutdown.
9. Pasal 45 ayat 3
Ayat ini bermasalah sebab dimungkinkan dilakukan penahanan saat penyidikan.
Advertisement
Jokowi Minta DPR Revisi UU ITE Bila Tidak Bisa Berikan Rasa Keadilan
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut, adanya undang-undang ITE bertujuan agar ruang digital di Indonesia menjadi sehat. Namun, dia meminta pelaksanaan undang-undang ITE tidak menimbulkan rasa ketidakadilan ketika menjerat orang.
"Saya paham undang-undang ITE semangatnya adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, agar sehat, agar beretika dan agar bisa dimanfaatkan secara produktif, tetapi implementasinya, pelaksanaannya jangan justru menimbulkan rasa ketidakadilan," kata Jokowi dalam rapim TNI-Polri, Senin (15/2/2021).
Oleh karena itu, Jokowi minta kepada Kapolri agar jajarannya lebih selektif menyikapi dan menerima pelaporan pelanggaran undang-undang ITE. Dia ingin pasal pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati.
"Buat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal pasal undang-undang ITE, biar jelas dan Kapolri harus meningkatkan pengawasan, agar implementasinya konsisten, akuntabel dan berkeadilan," ucapnya.
"Kalau undang-undang ITE, tidak bisa memberikan rasa keadilan ya saya akan minta kepada DPR merevisi undang-undang ini, undang-undang ITE ini, karena disinilah hulunya, disinilah hulunya, revisi," tambah dia.
Terutama, kata Jokowi, menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda. Yang mudah diinterpetrasikan secara sepihak.
"Tentu saja kita tetap menjaga ruang digital Indonesia, agar bersih, sehat, beretika agar penuh sopan santun, tata krama dan produktif," pungkasnya.
(Dam/Isk)