Deretan Tantangan yang Dihadapi Bank Syariah Indonesia

Ekonom memaparkan beberapa tantangan internal yang dikhawatirkan akan terjadi di Bank Syariah Indonesia (BSI

oleh Tira Santia diperbarui 16 Feb 2021, 17:00 WIB
Aktivitas pekerja di kantor cabang Bank Syariah Indonesia, Jakarta Selasa (2/2/2021). PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) resmi beroperasi dengan nama baru mulai 1 Februari 2021. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Syariah INDEF Fauziah Rizki Yuniarti mengatakan, terdapat beberapa tantangan internal yang dikhawatirkan akan terjadi di Bank Syariah Indonesia (BSI). Salah satu ke khawatirannya yakni pengelompokan culture di masing-masing bank yang di mergerkan.

“Pasti akan ada integrasi culture sangat berat, karenakan 3 bank  besar ini sudah cukup berumur pasti mereka sudah mendarah daging culture di perusahaan masing-masing. Saat digabungkan pasti itu akan ada resiko pengelompokan, masing-masing punya egonya sendiri-sendiri,” kata  Fauziah, dalam Diskusi Online INDEF, Selasa (16/2/2021).

Namun hal itu tergantung bagaimana peran Pemimpin BSI. Jika Pemimpin BSI mampu meminimalisir dan memastikan tidak akan terjadi clash culture (benturan budaya), sehingga tidak mempengaruhi produktivitas kedepannya.

Tantangan selanjutnya terkait  IT dan integrasi system. Menurut Fauziyah tidak mudah dalam mengintegrasikan system IT seperti mobile banking, ATM dan segala sistem yang ada di masing-masing bank Syariah yang di mergerkan.

“Untuk memergerkan dari 3 bank ini butuh waktu. Makannya disebutkan tahun 2021 ini masih masa transisi. Mungkin baru bisa bener-bener take off nanti tahun 2022,” katanya.

Kemudian, tantangan lainnya terkait location analysis. Sebab dari 3 bank Syariah yang di mergerkan masing-masing memiliki banyak cabang ATM. Sehingga dengan merger ini akan ada cost tersendiri yang dialami oleh BSI.

“Kapan kita harus memutuskan ATM masing-masing bank merger harus ditutup dan cabang ini harus ditutup. Jadi harus dihitung biaya operasional satu cabang, ini krusial juga karena kalau tidak dimonitor akhirnya terlalu banyak operating cost yang terbuang,” jelasnya.

 

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Digitalisasi

Seorang pria menunjukkan buku tabungan dan ATM Bank Syariah Indonesia di kantor cabang BSI, Jakarta Selasa (2/2/2021). Pada 27 Januari 2021, BSI telah mendapatkan persetujuan OJK ditandai dengan keluarnya Salinan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor 4/KDK.03/2021. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Lebih lanjut, tantangan lainnya terkait digitalisasi. Fauziah berpendapat suatu usaha tidak akan bisa bertahan jika tidak dibarengi dengan digitalisasi. Tidak hanya itu, technical operation serta customer relationship setelah merger harus diputuskan dengan baik.

“Masing-masing bank tentunya memiliki cara tersendiri dalam menangani nasabah mereka, baik cara merekrut nasabah baru, bagaimana mereka memaintain nasabah lama. Khawatir hal itu bisa mengurangi produktivitas jadi hal-hal seperti harus ada smooth transition di 3 budaya di 3 bank itu,” kata Fauziah.

Demikian tantangan lainnya yang akan dihadapi BSI, yakni Product research and development yang ditawarkan asti harus lebih atraktif dan menarik bagi nasabah, karena mereka  dimanapun akan membandingkan dengan bank konvensional.

“Kuncinya adalah understand demand, jadi BSI harus mengerti lebih apa yang diinginkan pasar,” pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya