Liputan6.com, Sumenep - Program CSR tahun 2020 PT Kangean Energi Indonesia (KEI) Ltd di Kecamatan Pulau Sapeken dan Pulau Ra'as, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, banyak yang tak terealisasi sesuai rencana.
Penyebabnya, SKK Migas Jabanusa menyebut, karena terdampak pandemi Covid-19. Namun, menurut Kepala Desa Pagerrungan Besar, Yulandi Abd Rochim, ada kendala selain Covid-19.
Baca Juga
Advertisement
Kamis, 11 Februari 2021. Yulandi dan seluruh Kepala Desa di Kecamatan Sapeken dan Kecamatan Ra'as menghadiri rapat koordinasi di Kantor SKK Migas Jabanusa (Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara) di Surabaya.
Namun, Yulandi tak puas dengan hasil rapat yang berlangsung hingga malam itu, karena tak menghasilkan hal yang konkret terkait program CSR.
Rapat yang dimulai sejak siang itu, lebih banyak menampilkan perdebatan soal participating interest, antara perwakilan Pemprov Jatim, Pemkab Sumenep, dengan perwakilan K3S yakni PT KEI.
Tapi menyaksikan pendebatan itu, menguatkan dugaan Yulandi bahwa Pemkab Sumenep mencoba menekan KEI terkait kewajiban Participating Interest (PI) dengan terus menunda-nunda pengesasahan usulan CSR hingga tak bisa direalisasikan.
Kondisi itu, kata Yulandi, sangat merepotkan kepala desa karena membuatnya terus menerus ditanya warga kapan realisasi program CSR yang telah diajukan ke PT KEI.
Bagi dia, wajar warga mempertanyakan karena program yang diusulkan telah melewati mekanisme musyawarah desa.
"Waktu ketemu Kabag SDA, saya bilang kalau begitu caranya kami dikorbankan, masyarakat sangat dirugikan," kata Yulandi, Senin (16/2).
Sebenarnya, Yulandi ingin rapat itu jadi momentum memperjelas banyak hal ihwal CSR. Misalnya, dia ingin meminta nilai CSR dinaikkan karena dari berbagai dokumen yang ia lihat, nominal CSR tak banyak berubah dari tahun ke tahun.
"Angkanya selalu Rp1,6 miliar karena harus dibagi dengan desa yang lain nilainya menjadi kecil, tak sebanding dengan banyaknya kebutuhan fasilitas untuk warga," ungkap dia.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Jawaban SKK Migas Jabanusa
Soal CSR yang tak terealisasi itu, Kepala SKK Migas Jabanusa, Nurwahidi mengatakan penyebabnya adalah kondisi pandemi Covid-19.
Virus yang memicu resesi global ini, membuat proses koordinasi antara K3S yaitu PT KEI dengan Pemkab Sumenep terkait CSR turut molor dan akhirnya tak terlaksana sampai tutup tahun 2020.
"Tapi bukan tak teralisasi semua. Dari 20-an program, 7 sampai 8 tetap terlaksana," kata dia, Selasa (17/2/2021).
Namun begitu, Nurwahidi memastikan CSR yang tak terealisasi tahun lalu akan terealiasasi pada tahun ini. Usulan-usulan program dari desa yang tak terealisasi akan ditampung kembali dalam planning CSR tahun 2021.
"Istilahnya bukan dirapel karena bukan bantuan uang. Tapi penambahan program," ungkap dia.
Ihwal hak partisipasi saham, Nurwahidi menjelaskan meski sama-sama merupakan kewajiban perusahaan yang telah diamanahkan dalam Undang-undang, CSR dan PI tetaplah dua hal berbeda.
CSR kewajiban kepada masyarakat dalam bentuk sosial. Sedang PI merupakan kewajiban pada pemerintah daerah yang realisasinya memakai pendekatan business to business karena akhirnya masuk menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Sebab itu, Nurwahidi tidak melihat kaitan langsung dari tidak terealiasi CSR dengan pembagian PI antara Pemkab Sumenep dan KEI yang masih menemui kendala.
Menurut dia, pembahasan pembagian PI telah dimulai sejak awal 2020 dan hingga saat ini telah memasuki tahap paling akhir yaitu negosiasi dan biasanya negosiasi untuk mencapai mufakat yang berkeadilan lumayan alot.
Ketiadaan petunjuk teknis dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 tahun 2016, kata Nurwahidi, membuat proses tawar-menawar menjadi tidak mudah karena bisa menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dari para pihak lain tentang maksud dari sejumlah klausul yang tertera.
Umpamanya, soal batas maksimum PI adalah 10 persen. Artinya, kata dia, perusahaan bisa misalnya hanya memberikan 3 atau 5 persen saham ke daerah.
Contoh lain, dalam mengusulkan besaran PI ke SKK Migas, K3S pasti memasukkan cost recovery (biaya yang ditanggung pemerintah) dan non-cost recovery (modal sendiri) yang telah dikeluarkan.
Menurut Nurwahidi, cara hitung besaran PI versi pemda bisa berbeda hasil dengan perhitungan K3S tersebut.
Juga klausul yang menyebut daerah tak harus menyertakan modal untuk mendapat saham. Menurut Nurwahidi, klausul ini tak lantas membuat pemda hanya mendapat haknya, tetapi juga harus menunaikan kewajibannya.
"Klausul-klausul inilah yang masih dibicarakan untuk mencari titik temunya dan ini membutuhkan waktu," jelasnya.
Saham PI sendiri dibagi dengan rasio 49:51 persen. Untuk mendapatkan PI, para pihak harus membentuk sebuah konsorsium, dalam hal ini terdiri 3 pihak yaitu PT KEI, PJU (BUMD milik Pemprov Jatim) dan PD Sumekar (BUMD milik Pemkab Sumenep).
Advertisement