Liputan6.com, Jakarta - China telah menangkap seorang pemimpin penipuan yang bernilai jutaan dolar, yang menyatakan larutan garam dan air mineral sebagai vaksin Covid-19.
Pria itu, yang diidentifikasi sebagai Kong, telah meneliti desain kemasan vaksin asli sebelum membuat lebih dari 58.000 ramuannya sendiri. Sejumlah vaksin diselundupkan ke luar negeri, tetapi tidak diketahui ke mana mereka dikirim.
Baca Juga
Advertisement
Kong termasuk di antara 70 orang yang ditangkap karena kejahatan serupa.
Penangkapan tersebut, yang melibatkan lebih dari 20 kasus, terjadi ketika Beijing berjanji untuk menindak vaksin palsu.
Meskipun sebagian besar kasus muncul akhir tahun lalu, detail baru dirilis minggu ini.
Mengutip BBC, Rabu (17/2/2021), berikut adalah sejumlah fakta soal vaksin COVID-19 palsu di China:
1. Kandungan Vaksin Palsu
Menurut putusan pengadilan, Kong dan timnya mendapat untung 18 juta yuan ($ 2,78 juta; £ 2 juta) dengan memasukkan larutan garam atau air mineral ke dalam jarum suntik dan menjajakannya sebagai vaksin COVID-19 sejak Agustus tahun lalu.
Advertisement
2. Dikirim ke Luar Negeri
Sebanyak 600 vaksin ini telah dikirim ke Hong Kong November lalu, sebelum dikirim ke luar negeri. Penjualan dilakukan berdasarkan vaksin diperoleh melalui "saluran internal" dari produsen asli.
Dalam kasus lain, vaksin palsu dijual dengan harga tinggi di rumah sakit.
Oknum penyebar vaksin palsu lain juga melakukan program inokulasi mereka sendiri dan meminta "dokter desa" memvaksinasi orang dengan suntikan palsu di rumah dan mobil mereka.
3. 70 Orang Ditangkap
Lebih dari 20 kasus terkait vaksin palsu telah muncul sejak 2020.
Kong adalah satu dari 70 orang yang ditangkap di negara itu dalam kasus serupa.
Advertisement
4. Vaksinasi di China
Badan kejaksaan tertinggi China, Kejaksaan Agung Rakyat telah mendesak badan-badan regional untuk bekerja sama dengan polisi untuk mengekang kegiatan tersebut.
Para pejabat berharap untuk memberikan 100 juta dosis COVID-19 sebelum Tahun Baru Imlek minggu lalu, tetapi sejauh ini hanya memvaksinasi 40 juta orang.
Namun, negara tersebut sebagian besar telah berhasil mengendalikan pandemi dengan tindakan penguncian, pengujian, dan pelacakan yang ketat.