Liputan6.com, Jakarta - Pemberian vaksin Covid-19 kepada selebgram, Helena Lim hingga kini masih menuai polemik di masyarakat. Bahkan hingga kini sejumlah pihak telah dimintai keterangan terkait keikutsertaan Helena saat kedapatan antre untuk vaksinasi Covid-19 tahap pertama.
Selain pihak Puskesmas Kebon Jeruk, pemeriksaan juga dilakukan terhadap Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta. Bahkan Ombudsman sempat melayangkan surat pemanggilan. Dan pada hari ini, Rabu (17/2/2021), Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti memberikan klarifikasinya terkait kasus Helena Lim.
Advertisement
"Kami bukan pemanggilan, jadi kita diminta koordinasi terkait distribusi vaksin di Jakarta," kata Widyastuti di Jakarta Selatan, Rabu.
Ada pun tujuan dari pemanggilan tersebut, Ombudsman mengaku pihaknya ingin mengetahui ada atau tidaknya unsur kelalaian yang dilakukan Dinkes sebab pendataan diklaim menggunakan digitalisasi.
"Dari perencanaan, proses verifikasi, dan persetujuan akhir, seharusnya tidak bisa lagi ada diskresi secara manual tanpa melewati keseluruhan tahap di sistem," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho.
Ikuti cerita dalam foto ini https://story.merdeka.com/2303605/volume-5
Sebelumnya diketahui, aksi Helena Lim yang tengah antre untuk divaksin Covid-19 sempat viral di media sosial. Sosialita ini bahkan menunjukkan nomor antreannya dan bekas suntikan vaksin Covid-19.
"Kita sudah vaksin yang pertama, dua minggu lagi kita vaksin yang kedua," ucap Helena Lim.
Viralnya video Helena Lim terungkap lewat unggahan Instagram stories dokter spesialis penyakit dalam yang juga penyintas COVID-19, RA Adaninggar Primadia Nariswari, @ningzsppd, pada Senin, 8 Februari 2021.
Berikut sederet upaya yang dilakukan Ombudsman untuk mengungkap vaksinasi Covid-19 Helena Lim yang kini masih menjadi sorotan publik:
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Panggil Kepala Dinkes DKI
Sebelumnya, pemanggilan ditujukan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta Widyastuti untuk dimintai keterangan terkait vaksinasi Covid-19 terhadap Helena Lim.
Menurut Teguh, pemanggilan untuk mencari tahu ada atau tidaknya unsur kelalaian oleh pihak Dinkes DKI. Sebab saat ini pendataan diklaim menggunakan digitalisasi.
Selain itu, lanjut Teguh, pihaknya juga akan memanggil Kepala Puskesmas Kebon Jeruk untuk mendapatkan penjelasan tambahan. Kendati begitu, dia menyerahkan sepenuhnya kepada pihak Kepolisian bila terdapat indikasi unsur pidana.
"Kami akan menarik keterangan dari Dinkesnya, terkait sistem dan penanganan kasus di dalam kasus tersebut," jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan berdasarkan hasil investigasi internal, pihaknya tidak menemukan adanya kelalaian dari pihak Puskesmas Kebon Jeruk, Jakarta Barat terkait kasus vaksinasi Helena Lim.
Kata dia, petugas sudah melakukan prosedur yang telah ditentukan.
"Inspektorat sudah turun, mengecek, apakah ada kelalaian, kesalahan dari ASN kami. Alhamdulillah tidak ada, petugas puskesmas sudah melakukan prosedur," kata Riza di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin, 15 Februari.
Lanjut dia, petugas Puskesmas menerima surat rekomendasi dari apotek yang menyatakan empat orang yang menerima vaksinasi merupakan pegawai. Riza menyatakan kasus tersebut saat ini ditangani oleh pihak kepolisian.
Advertisement
Penjelasan Kadinkes DKI
Pada hari ini, Rabu (17/2/2021), Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti memenuhi panggilan Ombudsman memenuhi panggilan Ombudsman.
Widyastuti menyatakan dirinya diminta menjelaskan proses distribusi vaksin di Ibu Kota.
Kepada Ombudsman Widyastuti menjelaskan bahwa distribusi vaksin dilakukan berdasar wilayah yakni kotamadya dan kecamatan.
Ia juga memastikan distribusi dilakukan secara terbuka dan dapat dicek oleh masyarakat luas.
"Kita memakai konsep wilayah, kita mendapatkan berapa, semuanya sudah open digital bisa diakses oleh bagaimana kami membagi vaksin dengan tingkat kota kemudian tingkat kecamatan, contoh di Setiabudi bukan hanya untuk memvaksin pegawai Setiabudi, tapi semua rumah sakit yang terdaftar menjadi tempat vaksinasi bisa mendapatkan vaksin," jelasnya.
Temuan Ombudsman Usai Bertemu Kadinkes DKI
Usai memanggil Dinas Kesehatan guna mengklarifikasi kasus Helena Lim, penerima vaksin Covid-19 yang menjadi kontroversial, Ombudsman menemukan adanya kelalaian pada sistem informasi SDM kesehatan.
"Ombudsman menemuka adanya ketidakmampuan sisten informasi SDM kesehatan (SISDMK) yang bersumber dari kementerian/lembaga terkait atau sumber meliputi nama, NIK, alamat, data jumlah nakesyang berhak mendapat vaksinasi di Jakarta dan kemungkinan di seluruh Indonesia," ucap Ketua Ombudsman Jakarta, Teguh P Nugroho, Rabu (17/2/2021).
Teguh menuturkan, yang membuat fatal dari kasus Helena Lim adalah kelalaian sistem tersebut dijadikan sebagai acuan dinas terkait mengirimkan SMS blast kepada calon penerima vaksin covid-19. Saat itu tenaga kesehatan menjadi penerima prioritas.
Selain itu, Teguh menambahkan, kegagalan sistem juga menyebabkan banyak tenaga kesehatan tidak menerima undangan untuk vaksinasi.
Advertisement
Ada Potensi Pemalsuan Dokumen
Disamping itu juga ditemukan adanya pendataan secara manual tanpa diimbangi panduan kewajiban melakukan pengecekan ulang data yang disampaikan, khususnya oleh pemberi kerja untuk tenaga penunjang kesehatan.
"Data dari pemberi kerja penunjang kesehatan, sepenuhnya tergantung pada Itikad baik dari si pemberi kerja penunjang kesehatan tersebut. Dan potensi ini yang terjadi dalam kasus seorang selebgram yang memperoleh surat keterangan bekerja dari apotik yang menjadi mitra kerjanya," jelas Teguh.
"Sangat dimungkinkan terjadinya pemalsuan dokumen atau keterangan dari pihak pemberi kerja tenaga penunjang karena belum adanya mekanisme kontrol terhadap proses penginputan data dan verifikasi data secara manual dari Kemenkes RI," imbuh dia.
Dampak dari pengenaan sistem manual ini, terjadi lonjakan kenaikan angka total tenaga kesehatan dan tenaga penunjang dari target 120.040 menjadi 233.320 orang.
Dengan data tersebut, Teguh memastikan tenaga kesehatan sepenuhnya terdata di dalam sistem namun ada potensi penambahan dari kategori tenaga penunjang kesehatan yang sepenuhnya ditentukan oleh si pemilik fasilitas kesehatan tanpa ada proses cross check data dari pemerintah.
"Diduga dalam kasus selebgram di Jakarta Barat, ada potensi pemalsuan dokumen dari pihak pemberi kerja kepada individu yang bersangkutan dengan memanfaatkan celah lemahnya proses verifikasi data manual bagi tenaga penunjang kesehatan," kata Teguh.