Jadi Klaster Covid-19, Kegiatan Belajar Tatap Muka di Pesantren Persis 67 Tasikmalaya Dihentikan

Keputusan ini berdasarkan kesepakatan bersama pimpinan dan pengurus ponpes usai ditemukan ratusan warga ponpes positif Covid-19.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 18 Feb 2021, 13:00 WIB
Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum menyatakan pihaknya telah merekomendasikan agar pengelola Pondok Pesantren Persatuan Islam (Persis) 67 di Kota Tasikmalaya untuk menghentikan sementara kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka. Keputusan ini berdasarkan kesepakatan bersama pimpinan dan pengurus ponpes usai ditemukan ratusan warga ponpes positif Covid-19.

Sebelumnya, sebanyak 380 santri dari pondok Pesantren Benda, Kota Tasikmalaya, terpapar Covid-19. Kondisi ini menempatkan pesantren itu sebagai penyumbang terbanyak kasus Covid-19 di Kota Tasikmalaya.

Menurut Uu, kegiatan belajar tatap muka dihentikan sementara selama dua pekan ke depan. Sambil menunggu para santri negatif Covid-19, lingkungan pondok pesantren pun harus disterilisasi.

"Minimal itu ada sekitar 14 hari kami sarankan untuk tidak ada proses belajar mengajar. Tetapi kami tetap menghargai rasa hormat kami pada kiai silahkan setelah libur setelah dianggap aman semua negatif," kata Uu saat dihubungi, Rabu (17/2/2021).

Uu sendiri telah meninjau Ponpes Persis 67 pada Selasa (16/2/2021). Ia mengaku mendapat informasi penyebab para santri terpapar Covid-19 karena ada dua orang yang mengalami sakit. Dari dua orang itu, kemudian menular kepada yang lain.

"Jadi di Pesantren Persis di Kota Tasikmalaya berawal dari dua orang. Kemudian dua orang ini mungkin ada pembiaran dan kita tidak menyalahkan atas hal ini. Kemudian di saat tes kiainya ternyata positif tanpa gejala," tutur Uu.

Terbaru, hasil swab PCR dari klaster di lingkungan Ponpes Persis 67 bertambah. "Yang pertama dites semua dari jumlah 800 santri, 380 positif. Kemudian dites lagi hari ini (totalnya) 400," kata Uu.

Untuk menghindari penyebaran yang lebih meluas, ratusan santri dan kiai tersebut telah dievakuasi ke beberapa tempat mulai RSUD dr Soekardjo, RS Dewi Sartika, Hotel Crown, termasuk melakukan isolasi mandiri.

"Itu sudah diantisipasi dengan cara yang positif ada gejala disimpan di rumah sakit, diisolasi seperti biasa. Kemudian yang lainnya ada yang disimpan di rumah sakit yang lagi dibangun dan ada juga di Hotel Crown," beber Uu.

Adapun ratusan santri yang hasilnya negatif tes swab PCR sudah dipulangkan ke rumahnya masing-masing dan diimbau untuk isolasi mandiri di kamar minimal selama 10 hari. Setelah itu, baru mereka bisa normal kembali bersosialisasi dengan masyarakat setelah kondisinya selalu sehat dan tak ada gejala.

"Bagi yang negatif kami suruh untuk istirahat di rumah masing-masing. Yang positif isolasi dulu, dites ulang, kalau sudah negatif baru diperbolehkan pulang," kata Uu.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini


Jangan Lengah Prokes

Nampak petugas kesehatan tengah mengevakuasi ratusan santri di salah satu claster pesantren di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Atas kasus klaster di Ponpes Persis 67 Kota Tasikmalaya, Uu mengingatkan agar ponpes lainnya tidak lengah dalam menaati protokol kesehatan. Menurutnya, kegiatan belajar tatap muka di pesantren sebenarnya tidak akan bermasalah ketika para santri bermukim di sana dan tidak keluar masuk.

Ketika banyak santri keluar masuk seperti yang terjadi di Tasikmalaya, maka penyebaran Covid-19 bisa lebih mudah terjadi.

"Harapan kami kepada pengelola pondok pesantren untuk tidak lengah dan tidak merasa lelah dalam melaksanakan keputusan gubernur yang spesifik untuk pondok pesantren. Karena Pak Gubernur pada tanggal 25 Syawal untuk boleh menggelar kegiatan belajar mengajar di pesantren dengan syarat mematuhi protokol kesehatan," kata Uu.

Menurut Uu, sampai saat ini, Pemprov Jabar terus menyosialisasikan protokol kesehatan di lingkungan pesantren. Maka dari itu, ia meminta agar pengelola pesantren untuk terus menegakkan protokol kesehatan.

"Justru ini adalah sebuah penghargaan dari Pak Gubernur untuk pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan di saat lembaga pendidikan lain tak diberikan izin baik itu perguruan tinggi, sekolah. Maka penghormatan dan penghargaan itu tolong sebagai bentuk saling kebersamaan harus saling dijaga," ujarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya