Ombudsman Temukan Kelemahan Pendataan Vaksinasi Covid-19 Tahap I di Jakarta

Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menemukan kelemahan pendataan pelaksanaan vaksin Covid-19 tahap I di Ibu Kota.

oleh Rita Ayuningtyas diperbarui 18 Feb 2021, 00:00 WIB
Petugas medis akan menyuntikkan vaksin Coronavac kepada tenaga kesehatan di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Rabu (20/1/2021). Sebanyak 2.630 tenaga kesehatan di RSD Wisma Atlet divaksinasi Covid-19 secara bertahap. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menemukan kelemahan pendataan pelaksanaan vaksin Covid-19 tahap I di Ibu Kota. Hal ini diketahui setelah Ombudsman meminta keterangan dari Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta terkait vaksinasi untuk Helena Lim.

"Kami menemukan adanya ketidakmampuan sistem informasi SDM kesehatan (SISDMK) yang bersumber dari kementerian/lembaga terkait atau sumber lainnya," kata Kepala Perwakilan Ombudsnan RI Jakarta Raya, Teguh P Nugroho, Jakarta, seperti dilansir Antara, Rabu (17/2/2021).

Dia menyebutkan SISDMK yang dimaksud meliputi nama, nomor induk kependudukan (NIK), dan alamat tempat tinggal sasaran dalam menghadirkan data nyata jumlah tenaga kesehatan (nakes) yang berhak mendapat vaksinasi di Jakarta dan kemungkinan di seluruh Indonesia.

Sistem ini yang kemudian dipergunakan untuk mengirimkan undangan kepada nakes calon penerima vaksin melalui pesan singkat massal (sms blast), melakukan registrasi ulang, memilih lokasi vaksinasi hingga tiket elektronik sebagai bukti diri penerima vaksin yang sah.

Kegagalan sistem tersebut, lanjut Teguh, menyebabkan banyaknya nakes yang tidak menerima undangan untuk vaksinasi dan menyebabkan terhambatnya proses vaksinasi bagi para nakes.

"Untuk mengantisipasi masalah tersebut, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI (Ditjen P2P) mengeluarkan kebijakan pendataan secara manual bagi para nakes yang sesuai kategori dengan beberapa syarat," ujar Teguh.

Untuk nakes yang sudah memiliki registrasi seperti dokter, verifikasi data dilakukan melalui surat tanda registrasi (STR), sementara untuk data nakes lain mempergunakan data dari organisasi profesi.

Di luar nakes, yaitu tenaga penunjang kesehatan, datanya didasarkan pada surat keterangan bekerja dari tempat mereka bekerja. Pendataan secara manual tersebut tanpa diimbangi dengan panduan kewajiban untuk melakukan pengecekan ulang data yang disampaikan, khususnya oleh pemberi kerja bagi tenaga penunjang kesehatan.

Data dari pemberi kerja penunjang kesehatan, sepenuhnya tergantung pada iktikad baik dari si pemberi kerja penunjang kesehatan tersebut.

"Dan potensi ini yang terjadi dalam kasus seorang selebgram yang memperoleh surat keterangan bekerja dari apotek yang menjadi mitra kerjanya," kata Teguh soal kelemahan pendataan penerima vaksin Covid-19 menurut Ombudsman.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Potensi Pemalsuan Dokumen

Menurut Teguh, sangat dimungkinkan terjadinya pemalsuan dokumen atau keterangan dari pihak pemberi kerja tenaga penunjang karena belum adanya mekanisme kontrol terhadap proses input data dan verifikasi data secara manual dari Kemenkes RI.

Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya (Ombudsman Jakarta Raya) telah melakukan proses permintaan keterangan kepada Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta (Dinkes DKI Jakarta) terkait tata laksana vaksinasi di Provinsi DKI Jakarta Rabu pagi.

Permintaan Keterangan dilakukan secara daring yang dihadiri langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Widiastuti berserta para Kepala Bidang di lingkungan Dinkes DKI Jakarta.

Permintaan keterangan dilakukan sebagai bagian untuk mengaji tata laksana vaksinasi di Jakarta pada tahap I yang diduga ditemukan kesalahan target nakes yang dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang tidak masuk dalam kategori nakes.

Hal tersebut sudah diatur dalam Petunjuk Teknis (juknis) Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor: Hk.02.02/4/1/2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya