Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan bahwa saat ini pihaknya akan berhati-hati dalam menerapkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Sebagaimana permintaan dari Presiden Joko Widodo untuk meminta Polri lebih selektif dalam menerima laporan terkait undang-undang tersebut.
"Beberapa waktu lalu, terjadi perdebatan masalah UU ITE. Dan Pada saat Bapak Presiden menyampaikan kepada kita untuk hati-hati dalam menerapkan UU ITE," kata Sigit saat sambutan pada acara Dies Natalis Dies Natalis ke-74 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yang disiarkan chanel Youtube Div Humas Polri, Kamis (18/2/2021).
Advertisement
Sigit pun mengungkapkan apabila pihaknya kerap berada di posisi serba salah selama ini, dalam menerapkan UU ITE. Karena sering dianggap berpihak kepada salah satu sisi.
"Memang saya sadari kalau posisi kita (polisi) serba salah, serba salahnya apa. Misal ada laporan dari A kita terima, dianggap kita berpihak kepada si A. Si B lapor, si A bilang kenapa kamu bela B. Jadi posisi kita serba salah gitu," tuturnya.
Namun disisi lain, lanjutnya, bila penggunaan media sosial tidak berhati-hati dapat memberikan dampak polarisasi yang besar di masyarakat dan bisa terlihat cukup jelas dari media sosial.
"Di satu sisi kalau kita lihat bahwa penggunaan dunia maya yang tidak berhati-hati. Kemudian dampak polarisasi yang sampai sekarang belum selesai itu tentunya masih terlihat terus," katanya.
"Polarisasi nya kelihatan sekali kalau di dunia maya. Kebetulan kita punya alatnya bahwa pengelompokannya luar biasa. Dari situ, kita lihat kalau ini sumber masalah yang harus segera diselesaikan," sambungnya.
Oleh karena itu, Sigit menyampaikan bahwa pihaknya akan lebih selektif terhadap laporan yang menyangkut ke dalam UU ITE. Salah satunya, hanya kepada korbannya secara langsung yang diperbolehkan membuat laporan bersifat pengaduan.
"Karena hoaks dan kritik itu beda tipis, pencemaran nama baik dan kritik beda-beda tipis ini potensial yang sering membuat perpecahan. Jadi kedepan yang bersifat pengaduan kita minta untuk pelapornya adalah korbanya langsung. Jadi tidak perlu lah diwakilin lagi. Karena pelapornya bisa diwakili, jadinya selalu begitu, rame akhirnya menyebabkan situasi jadi panas terus," terangnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Presiden Minta Polri Selektif Gunakan UU ITE
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengingatkan jajarannya agar lebih selektif menerima laporan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dia menekankan penerapan UU ITE harus memberikan rasa adil kepada masyarakat.
"Saya meminta kepada Kapolri agar jajarannya lebih selektif, sekali lagi lebih selektif menyikapi dan menerima pelaporan pelanggaran UU ITE," kata Jokowi saat memberikan arahan dalam Rapat Pimpinan TNI dan Polri Tahun 2021 di Istana Negara Jakarta, Senin (15/2/2021).
Menurut dia, pasal-pasal dalam UU ITE yang berpotensi menimbulkan multitafsir harus betul-betul disampaikan dengan sebaik-baiknya. Terlebih, saat ini banyak masyarakat yang saling lapor dengan menggunakan UU ITE.
"Pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati. Buat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal Undang-Undang ITE biar jelas," jelasnya.
Dia mengatakan Indonesia merupakan negara demokrasi yang menghargai kebebasan dalam berpendapat. Untuk itu, TNI-Polri harus menghormati dan menjunjung tinggi demokrasi serta memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.
"Negara kita adalah negara demokrasi yang menghormati kebebasan berpendapat dan berorganisasi," ujar Jokowi.
Selain itu, Jokowi mengingatkan Kapolri untuk meningkatkan pengawasan agar penegakan UU ITE dapat berjalan secara konsisten, akuntabel, dan menjamin rasa keadilan di masyarakat. Jika tak bisa memberikan keadilan kepada masyarakat, dia akan meminta revisi UU ITE ke DPR.
"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi Undang-Undang ITE ini karena di sinilah hulunya," ucapnya.
"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," sambung Jokowi.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka
Advertisement