Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengeluarkan kebijakan Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) 100 persen untuk kredit properti. Itu berarti, seluruh dana untuk mengambil kredit pemilikan rumah (KPR) ditanggung 100 persen oleh bank, alias tak perlu membayar uang muka atau down payment (DP) 0 persen.
Namun, Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo menilai, eskalasi penyaluran KPR bukan hanya mempertimbangkan kebijakan fiskal dan moneter saja, tapi juga dapat memberikan stimulus untuk sektor riil.
Advertisement
"Salah satu yang mungkin bisa dilihat adalah sesuai dengan tujuan dari UU Cipta Kerja, yakni mengurangi biaya perizinan. Itu yang cukup besar," ujar Eddy kepada Liputan6.com, seperti ditulis Minggu (21/2/2021).
Sebagai contoh, ia menyoroti pengenaan tarif untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5 persen.
"Salah satu komponen yang masih besar itu Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang 5 persen itu. Padahal juga sudah membayar juga PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)," ungkapnya.
Secara umum, Eddy melihat DP KPR 0 persen yang mulai berlaku 1 Maret 2021 nanti sebagai kebijakan komprehensif untuk mendorong daya beli rumah. Namun itu masih perlu ditopang oleh keringanan lain di sektor riil.
"Karena kita tahu di sektor properti juga salah satu yang menghambat itu ketika membahas UU Cipta Kerja adalah biaya perizinan cukup besar. Termasuk biaya pembebasan tanah dan seterusnya," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ambil KPR Bisa Dapat DP 0 Persen Mulai 1 Maret 2021
sebelumnya, Bank Indonesia (BI) melonggarkan ketentuan loan to value kredit dan pembiayaan properti 100 persen. Dengan adanya pelonggaran ini maka uang muka atau down payment (DP) 0 persen untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
"Bank Indonesia melonggarkan ketentuan loan to value ratio untuk kredit properti," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Kamis (18/2/2021).
Kebijakan ini berlaku untuk seluruh jenis properti seperti rumah tapak, rumah susun, hingga rumah toko (ruko) yang memenuhi kriteria non-performing loan (NPL) tertentu.
Selain itu, BI juga menghapus ketentuan pencairan bertahap properti inden untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko
Aturan ini akan berlaku efektif 1 Maret 2021 sampai dengan 31 Desember 2021.
Langkah BI menjalankan kebijakan ini setelah menyikapi perkembangan terkini baik global maupun domestik. Kebijakan ini merupakan bauran akomodatif sejalan dengan upaya untuk terus mendorong pemulihan ekonomi, dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan.
Advertisement