Harga Minyak Turun 2 Persen Setelah Sentuh Level Tertinggi

Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS menetap turun 2,12 persen ke level USD 59,24 per barel.

oleh Andina Librianty diperbarui 20 Feb 2021, 08:00 WIB
Harga minyak mentah acuan AS turun 7,7 persen menjadi US$ 52,53 per barel dipicu sentimen krisis penyelesaian utang Yunani.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun dari level tertinggi pada perdagangan Jumat karena perusahaan energi di Texas mulai bersiap untuk memulai kembali aktivitas di ladang minyak dan gas yang sebelumnya ditutup oleh cuaca beku.

Dikutip dari CNBC, harga minyak mentah berjangka Brent turun 1,6 persen menjadi USD 62,91 per barel. Sementara harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS menetap turun 2,12 persen ke level USD 59,24 per barel.

Cuaca dingin yang tidak biasa di Texas dan negara bagian Plains membatasi produksi minyak mentah hingga 4 juta barel per hari (bph) dan 21 miliar kaki kubik gas alam, menurut analis.

Pabrik penyulingan Texas menghentikan sekitar seperlima dari pemrosesan minyak negara di tengah pemadaman listrik dan cuaca dingin yang parah.

Namun, perusahaan-perusahaan di wilayah tersebut pada hari Jumat diperkirakan bersiap untuk memulai kembali produksi karena tenaga listrik dan layanan air perlahan dimulai kembali.

"Pasar sudah matang untuk koreksi dan tanda-tanda kekuatan dan situasi energi secara keseluruhan mulai normal di Texas memberikan pemicu yang diperlukan," kata Vandana Hari, Analis Energi di Vanda Insights.

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Stok Minyak di AS

Ilustrasi Harga Minyak

Harga minyak turun meski ada penurunan mengejutkan dalam stok minyak mentah AS dalam seminggu hingga 12 Februari, sebelum pembekuan.

Administrasi Informasi Energi melaporkan persediaan minyak di AS turun 7,3 juta barel menjadi 461,8 juta barel dan menjadi yang terendah sejak Maret 2020.

Amerika Serikat pada hari Kamis mengatakan siap untuk berbicara dengan Iran tentang kedua negara yang kembali ke perjanjian 2015 yang bertujuan untuk mencegah Teheran memperoleh senjata nuklir.

Sementara hubungan yang mencair dapat meningkatkan prospek pembalikan sanksi yang diberlakukan oleh pemerintahan AS sebelumnya, para analis tidak memperkirakan sanksi minyak Iran akan dicabut dalam waktu dekat.

"Terobosan ini meningkatkan kemungkinan bahwa kita dapat melihat Iran kembali ke pasar minyak segera, meskipun ada banyak hal yang harus dibahas dan kesepakatan baru tidak akan menjadi salinan karbon dari kesepakatan nuklir 2015," kata analis StoneX Kevin Solomon.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya