Liputan6.com, Kuningan - Gunung Ciremai merupakan salah satu pegunungan tertinggi di Jawa Barat. Gunung Ciremai tersebut menjadi salah satu tujuan para pendaki ataupun hanya sekedar berwisata.
Ada empat jalur pendakian yang ada di Gunung Ciremai. Yakni, Cibunar Linggarjati, Palutungan, Linggasana yang ada di Kabupaten Kuningan dan Apuy di Kabupaten Majalengka.
Masing-masing jalur pendakian memiliki ketinggian berbeda. Pendaki juga mengalami pengalaman berbeda. Termasuk cerita legendaris di setiap pos pendakian.
Baca Juga
Advertisement
Salah satunya legenda di jalur pendakian Linggarjati Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Di antara empat jalur pendakian, jalur Cibunar Linggarjati dikenal dengan treknya yang ekstrem.
Pada ketinggian 2.200 meter diatas permukaan laut (MDP), terdapat sebuah kamp transit bernama Batu Lingga. Terdapat sebuah batu yang dipagari dahan kayu.
“Sebenarnya Batu Lingga itu besar. Namun pada medio 2000-an batu tersebut raib. Entah ke mana. Batu Lingga itu sebutan masyarakat setempat dan para ranger di Gunung Ciremai,” kata Ranger Linggajati, Kang Ewer sebagaimana dikutip dari laman Facebook resmi Gunung Ciremai, Sabtu (20/2/2021).
Menurut Ewer, beberapa tahun lalu Ranger berinisiatif menyusun kembali Batu Lingga sebagai pertanda cerita dan legenda gunung Ciremai. Konon, Batu Lingga erat kaitannya dengan salah satu wali sanga dari Kasultanan Cirebon yakni Sunan Gunung Jati.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Nyi Linggi
Alkisah, pada abad ke-16 Masehi atau pada prakiraan 1521 sampai 1530 M, Sunan Gunung Jati melakukan ‘tadabur’ alam ke gunung Ciremai via Linggajati.
“Kanjeng Sunan bermunajat kepada Gusti Alloh di tempat ini untuk mencari jalan keluar dalam menghadapi peperangan melawan penjajah Portugis,” katanya.
Namun, versi lain mengatakan, area Batu Lingga diyakini sebagai jalan yang dapat tembus ke kawah ganda. Ketinggian tempat Batu Lingga dipercaya sejajar dengan dasar kawah gunung Ciremai.
Konon, setelah Sunan Gunung Jati tidak berada di Batu Lingga, Nyi Linggi datang ke tempat tersebut. Ia hendak menggantikan sang Sunan. “Memang begitu ceritanya. Tapi kita mesti melihat dengan mata batin,” tuturnya.
Di Batu Lingga, kata Ewer, Nyi Linggi ditemani dua ekor macan tutul kesayangannya. Tujuan Nyi Linggi bertapa di Batu Lingga untuk mendapatkan ilmu kedigdayaan.
Namun pada prosesnya, Nyi Linggi dikisahkan gagal dalam sebuah tapa brata. Sehingga tidak mendapatkan ilmu yang diinginkannya.
Beberapa saat kemudian, Nyi Linggi meninggal dunia. Sedangkan dua ekor macan tutul kesayangannya raib. Konon, pada waktu tertentu, Nyi Linggi terkadang menampakan dirinya.
"Terlepas dari benar atau tidak cerita tadi. Tapi satu hal yang perlu kita ingat, bercerita atau mendongeng merupakan budaya yang patut kita lestarikan. Karena dalam cerita rakyat banyak pelajaran yang bisa kita ambil," ujar dia.
Advertisement