Solo - Petani di Kecamatan Karangtengah, Wonogiri, mempunyai konsep tersendiri dalam bertani porang. Mulai dari idealnya naungan di sekitar tumbuhan porang hingga waktu yang tepat untuk panen.
Supriyanto, petani porang asal Desa Ngambarsari, Karangtengah, Wonogiri, melakukan eksperimen penanaman porang di enam lahan dengan konsep naungan pohon yang berbeda-beda. Mulai dari penanaman porang di area persawahan tanpa adanya naungan (pohon) hingga penanaman porang dengan naungan (pohon) yang rapat.
Untuk diketahui, hingga kini belum ada teori pasti yang menyebutkan berapa persen idealnya pohon di sekitar penanaman porang agar bisa menaungi porang dari sinar matahari.
Baca Juga
Advertisement
"Di enam lahan itu berbeda-beda. Kerapatan pohon mulai dari sedang, cukup rapat hingga rapat banget. Ada yang setiap sepuluh meter di lahan porang diberi pohon. Sehingga sinar matahari yang masuk ke tumbuhan porang berbeda-beda. Ada yang 30 persen, 40 persen, 60 persen dan 70 persen," kata dia kepada Solopos.com, Sabtu (20/2/2021).
Dari hasil pengamatannya, kata dia, pertumbuhan porang yang paling bagus berada di lahan yang pohon atau naungannya jarang.
Sinar matahari yang masuk ke tumbuhan porang dalam satu hari hanya sekitar 60 persen, jadi tidak terlalu panas. Hasil umbi yang dihasilkan juga memuaskan.
"Jadi perbedaan konsep di setiap lahan terletak pada naungan pohon di sekitarnya. Kalau tanah dan bibitnya sama. Kalau di Karangtengah pohon yang dijadikan naungan yakni jati, sengon, dan jati. Kalau porang itu tinggal perawatannya. Jika rajin membersihkan gulma, maka semakin cepat pertumbuhan umbinya," ujar dia.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Pembibitan Porang
Pria yang akrab disapa Supri itu mengatakan jika petani porang ingin eksis, setiap tahun harus bisa panen. Maka dibutuhkan lahan yang khusus digunakan untuk pembibitan.
Ada tiga jenis bibit porang yang bagus, yakni bibit umbi kecil, bibit katak (umbi yang ada di daun porang) serta bibit cabutan (umbi daun yang jatuh dan tidak dirawat kemudian dicabut untuk bibit).
Tiga jenis bibit itu, kata dia, berpengaruh terhadap masa panen porang. Bibit umbi kecil masa panennya satu musim atau delapan bulan. Bibit katak masa panennya dua musim atau 16 bulan. Sedangkan bibit cabutan masa panennya dua musim lebih atau hampir dua tahun.
"Maka untuk segmen produksi rata-rata petani di sini menggunakan bibit umbi kecil. Setiap satu kilogram isinya ada sekitar 20-25 biji. Istilahnya kami membesarkan umbi itu. Kalau sekarang kan harga bibit katak tinggi. Saya jual katak itu kemudian saya belikan bibit umbi kecil. Agar setiap delapan bulan bisa panen," kata dia.
Dalam waktu delapan bulan, menurut Supri, umbi porang yang dihasilkan dari bibit umbi kecil bisa mencapai 1,5 kilogram hingga dua kilogram. Jika menggunakan bibit katak, satu tahun umbi porang belum bisa mencapai satu kilogram.
Ia menuturkan, selain memilih bibit yang tepat, perlu mengetahui waktu yang tepat untuk panen porang. Karena perusahaan yang bergerak dalam pengolahan porang, akan membeli porang berdasarkan kadar airnya.
Advertisement
Fluktuasi Harga Porang
Pada Maret dan April, harga sekilo porang Rp7.000 hingga Rp8.000. Karena pada bulan itu, hujan masih sering turun. Pada Mei dan Juni, harga sekilo porang Rp8.000 hingga Rp9.000. Dan pada puncaknya, pada Agustus dan September, harga satu kilogram porang mencapai Rp14.000.
"Maka idealnya panen itu pada Juni. Harga belum tinggi namun juga tidak di harga terendah. Selain itu kadar airnya masih sedang. Kalau di September atau Agustus kadar airnya sudah minim sehingga beratnya menurun," kata anggota DPRD Wonogiri dari Fraksi PDIP.
Saat ini lahan miliki Supri yang ditanami porang seluas 2,5 hektare. Untuk tahun ini, porang yang siap dipanen seluas 1,3 hektare. Dari total luas lahan itu, 60 persen porang ditanam dari bibit umbi kecil.
Supri berencana menyamakan lahannya dengan cara memberi pohon atau naungan di sekitar porang kategori sedang. Sinar matahari yang masuk ke tumbuhan sekitar 60 persen.
Ia juga akan terus memberi arahan kepada petani porang di Karangtengah agar setiap tahunnya bisa panen. Karena, selama ini mereka panen porang dalam waktu dua hingga tiga tahun sekali.
"Teori atau hasil pengamatan ini hanya berani saya sampaikan ke petani Karangtengah. Karena di setiap daerah ketinggiannya berbeda-beda. Kalau di Karangtengah ketinggiannya 400-900 meter di atas permukaan air laut. Kalau daerah lain kan berbeda-beda. Selain itu juga belum pernah mencoba menanam di luar Karangtengah," kata Supri.
Dapatkan berita menarik Solopos.com lainnya, di sini.