Liputan6.com, Jakarta - Irjen Napoleon Bonaparte, terdakwa kasus dugaan suap pengurusan red notice Djoko Soegiarto Tjandra membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (22/2/2021).
Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri itu menyebut, dalam persidangan jaksa penuntut umum (JPU) tak bisa membuktikan adanya suap yang diterima olehnya dari Djoko Tjandra melalui pengusaha Tommy Sumardi.
Advertisement
Menurut Napoleon, jaksa hanya bisa membuktikan adanya pertemuan antara dirinya dengan Tommy Sumardi.
"Terkait dakwaan terhadap kami yang dianggap telah menerima sejumlah uang dari Tommy Sumardi ternyata saudara Jaksa Penuntut Umum hanya bisa membuktikan fakta adanya peristiwa di mana Tommy Sumardi telah 3 kali bertemu dengan kami," ujar Napoleon dalam pleidoinya di Pengadilan Tipikor, Senin (22/2/2021).
Menurut Napoleon, jaksa hanya mampu membuktikan adanya tiga kali pertemuan antara dirinya dengan Tommy Sumardi. Pertemuan tersebut terjadi di kantor Kadiv Hubinter Polri pada awal dan pertengahan April, serta awal bulan Mei.
Selain itu, Napoleon juga menyinggung surat-surat NCB Polri yang digunakan JPU sebagai dasar pembuktian merupakan hal yang sia-sia. Sebab, berdasarkan aturan yang ada, surat itu telah sesuai.
"Ternyata telah sesuai dengan kewajiban yang harus dilakukan oleh NCB Intepol Indonesia sebagaimana ketentuan yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan, beberapa aturan Kapolri, maupun di dalam ketentuan Interpol," kata dia.
Sebelumnya, Irjen Napoleon dituntut pidana penjara selama 3 tahun denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
JPU meyakini Irjen Napoleon turut menerima suap dari Djoko Tjandra. Suap diperuntukkan agar Irjen Napoleon menbantu dalam pengurusan penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar red notice.
Irjen Napoleon disebut menerima uang senilai SGD 200 ribu dan USD 370 ribu dari orang kepercayaan Djoko Tjandra, yakni Tommy Sumardi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bersama Brigjen Prasetijo
Irjen Napoleon Bonaparte menerima suap bersama dengan Brigjen Prasetijo Utomo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinator Pengawas (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Brigjen Prasetijo disebut menerima uang sebesar USD 100 ribu.
Hal yang memberatkan tuntutan yakni Irjen Napoleon dinilai tidak mendukung pemerintah untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Perbuatan Napoleon merusak kepercayaan masyarakat kepada instusi penegak hukum.
Sementara hal yang meringankan, Napoleon dianggap kooperatif selama peraidangan. Kemudian Napoleon juga belum pernah dihukum sebelumnya.
Advertisement