Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pengendalian Hak Tanah, Alih Fungsi Lahan, Kepulauan dan Wilayah Tertentu Kementerian ATR BPN Asnawati mengatakan, Indonesia berpotensi kehilangan lahan sawah hingga 90 ribu hektare per tahun.
Hal itu tercermin dari jumlah alih fungsi lahan sawah ke nonsawah yang mencapai kurang lebih 150 ribu hektar per tahun, sementara pencetakan sawah baru rata-rata masih 60 ribu hektare per tahun.
Advertisement
"Artinya, cetak sawah baru jika disandingkan dengan alih fungsi lahan sawah ke non sawah yang terjadi ini masih jauh dari kata seimbang," ujar Asnawati dalam PPTR Expo secara virtual, Senin (22/2/2021).
Padahal, jika melihat prediksi jumlah penduduk tahun 2025, terjadi laju pertumbuhan hingga 4,54 juta per tahun. Per 2025, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 298 juta.
Dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka prediksi total kebutuhan beras hingga tahun 2025 mencapai 71 juta ton (gabah kering).
Sementara, produksi gabah kering hingga tahun 2020 masih berada di kisaran 53 juta ton. Lanjut Asnawati, kondisi ini tentu akan menimbulkan kerentanan terhadap ketahanan pangan nasional.
"Oleh karenanya, dibutuhkan kegiatan pengendalian alih fungsi lahan sawah dan harus mendapat perhatian pemerintah, dalam hal ini kami sebagai perpanjangan tangannya yaitu dari Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang," ujarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Banyak Berubah Fungsi, Pemerintah Akui Insentif untuk Sawah Abadi Tak Cukup
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil menyebutkan sejumlah kendala terkait Program Sawah Abadi. Salah satunya adalah masalah peralihan fungsi sawah menjadi kegunaan lainnya sebelum menjadi sawah abadi.
Untuk itu Kementerian ART fokus untuk melakukan penguncian kepada sawah abadi. Dalam hal ini, pemerintah daerah diharuskan melampirkan peta sebaran sawah abadi, dari sebelumnya ada berupa data kuantitas.
“Sekarang kita fokuskan dulu sawah abadi. Bagaimana cara mengunci, dimasukkan ke dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dalam tata ruang,” ujar Sofyan dalam Indonesia Outlook I Kebangkitan Ekonomi Nasional Melalui Inovasi, Pangan, dan Reforma Agraria, Jumat (11/12/2020).
Selama ini Undang-Undang (UU) mewajibkan pemerintah daerah mengunci lahan untuk sawah abadi. Namun yang kerap terjadi adalah pemda hanya melampirkan data kuantitas.
“Sekarang kita wajibkan. (Data sebaran sawah abadi) wajib dimasukkan ke dalam peta. Dengan adanya peta seperti itu, nanti kita bisa bisa amankan. Selama ini karena mereka tidak masukkan dalam peta, maka bupati atau walikota itu bisa memindah-mindahkan. Kalau ada sawah dia konversi dia mengatakan itu tidak termasuk lahan sawah Abadi,” jelas Sofyan.
Sebagai catatan, yang menjadi tantangan dari kebijakan ini adalah sawah atau lahan yang dinyatakan abadi, tidak akan bisa digunakan untuk lainnya. Sofyan menilai hal ini menjadi tantangan tersendiri.
Advertisement