Garuda Indonesia Pastikan Pesawat Boeing 777-300ER Layak Terbang

Garuda Indonesia memastikan 10 armada Boeing B777-300ER yang dioperasikan, telah memenuhi kriteria layak terbang

oleh Athika Rahma diperbarui 22 Feb 2021, 20:35 WIB
Kondisi pesawat Boeing B777-300ER sesaat setelah mendarat di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (29/10). Pesawat Garuda Indonesia dengan livery Skyteam ini merupakan yang ke-9 yang diterima Garuda sejak tahun 2013 (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Garuda Indonesia memastikan 10 armada Boeing B777-300ER yang dioperasikan, telah memenuhi kriteria layak terbang berdasarkan ketentuan aircraft maintenance manual dibawah pengawasan penuh Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU).

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menegaskan bahwa armada B777-300ER yang dioperasikan Garuda Indonesia telah menjalani prosedur inspeksi kelayakan terbang sesuai manual manufaktur.

Adapun terkait insiden dengan indikasi kegagalan fan blade engine pada pesawat boeing dengan tipe B777-200 di beberapa maskapai penerbangan dunia, Irvan memastikan bahwa series pesawat tersebut berbeda dengan jenis armada B777 series yang Garuda Indonesia operasikan saat ini.

Garuda Indonesia saati ini mengoperasikan tipe B777-300ER yang pada dasarnya memiliki spesifikasi engine yang berbeda, dimana pesawat B777-300 ER yang saat ini dioperasikan Garuda Indonesia menggunakan engine tipe GE90-115B buatan pabrikan General Electric.

"Sebagai antisipasi, Garuda Indonesia juga telah menjalankan inspeksi khusus secara menyeluruh terhadap seluruh armada B777-300ER. Dari prosedur inspeksi tersebut, seluruh komponen pesawat dalam kondisi serviceable dan layak terbang. Hasil inspeksi tersebut juga telah kami sampaikan kepada DKPPU," papar Irfan, Senin (22/2/2021).

Disamping menjalankan prosedur inspeksi secara menyeluruh, Garuda Indonesia juga menjalankan mekanisme perawatan secara berlapis dan end to end pada seluruh pesawat guna memastikan kondisi pesawat dalam kondisi yang prima ketika akan terbang.

Sejalan dengan komitmen menghadirkan layanan penerbangan yang aman dan nyaman, Garuda Indonesia senantiasa mengedepankan komitmen safety sebagai prioritas utama dalam seluruh lini operasionalnya.

Hal tersebut salah satunya dilakukan konsistensi perawatan armada yang dijalankan sesuai dengan standar safety manufaktur pesawat dan regulasi keselamatan penerbangan.

"Upaya menyeluruh dan berlapis yang kami terapkan dalam menjalankan prosedur inspeksi dan perawatan armada secara komprehensif tersebut dilakukan guna memastikan pesawat yang diterbangkan telah memenuhi standard kelaikudaraan sesuai regulasi yang berlaku serta guna menghadirkan layangan penerbangan yang aman dan nyaman kepada pelanggan setia Garuda Indonesia," tutup Irfan.

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pakai Pesawat Bombardier, Garuda Indonesia Rugi USD 30 Juta per Tahun

Pesawat Terbang Garuda Indonesia (Liputan6.com/Fahrizal Lubis)

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) memilih untuk mengakhiri kontrak sewa 12 pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan Nordic Aviation Capital (NAC) karena mengalami kerugian setiap tahun.

Meski baru akan jatuh tempo pada 2027, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengatakan, pihaknya mengalami kerugian hingga USD 30 juta atau Rp 420,04 miliar (asumsi kurs Rp 14.000 per dolar AS) setiap tahun.

"Tidak dapat dipungkiri selama tujuh tahun melakukan operasi, setiap tahun secara rata-rata mengalami kerugian lebih dari USD 30 juta per tahun. Sedangkan sewa pesawat sendiri USD 27 juta," kata Irfan secara virtual, Rabu (10/2/2021).

Pada 2011, Garuda Indonesia resmi menggunakan 18 pesawat Bombardier sebagai salah satu armadanya. Menggunakan dua skema berbeda, 12 armada berstatus operating lease dari lessor Nordic Aviation Capital (NAC).

Khusus enam armada lainnya, skema yang digunakan ialah financial lease bersama financial lease Export Development Canada hingga 2024.

Negosiasi terkait pengembalian 12 armada tersebut masih belum menemui titik terang. Karena itu, NAC disebut akan memberikan dengan nilai yang lebih tinggi dari sisa kontrak.

“Kami berusaha melakukan negosiasi dengan harga yang lebih rendah dari itu, karena harga ini yang masih belum ketemu. Permintaan mereka (NAC) itu enggak masuk akal, malah naik,” kata Irfan.

Selain itu, Menteri BUMN Erick Thohir menyebut, penghentian kontrak operating lease dengan NAC merupakan pertimbangan tata kelola perusahaan.

“Keputusan ini juga mempertimbangkan tata kelola perusahaan yang baik,” tutur Erick.

Pengambilan langkah ini juga tak terlepas dari keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta penyelidikan oleh Serious Fraud Office (SFO) Inggris terkait indikasi suap dari pabrikan kepada oknum pimpinan Garuda Indonesia pada 2011.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya