Liputan6.com, Jakarta - Tradisi kerap disebut sebagai salah satu syarat untuk memenangkan Liga Champions. Faktor itu pun menjelaskan alasan mengapa jarang muncul juara baru.
Hanya ada satu nama yang mampu melakukannya pada abad ke-21, yakni Chelsea di musim 2011/2012. Sementara Tottenham Hotspur dan Paris Saint-Germain gagal di dua edisi terakhir karena tidak memilikinya.
Advertisement
Sebanyak 16 klub berkesempatan membangun tradisi ketika berpartisipi pada edisi perdana musim 1955/1956 ketika kompetisi masih bernama Piala Champions.
Mayoritas memaksimalkannya untuk membangun reputasi dan kemudian memetik kesuksesan di pentas Eropa, dengan sebanyak sembilan di antaranya mampu mencapai final atau memenangkan gelar.
Namun, ada dua klub yang ibarat hilang ditelan bumi. Ini adalah kisah Rot-Weiss Essen dan FC Saabrucken.
Saksikan Video Berikut Ini
Dapat Undangan
Tidak seperti sekarang, kontestan kompetisi antarklub paling elite Eropa bukanlah para juara atau penghuni papan atas liga domestik. Peserta lima edisi awal Piala Champions dipilih majalah sepak bola Prancis L'Equipe atas dasar prestise.
Meski begitu, tidak semua menerima undangan. Untuk kompetisi pertama, Chelsea (Inggris) dan Aberdeen (Skotlandia) dilarang berpartisipasi oleh otoritas sepak bola asal masing-masing yang menganggap turnamen Eropa menganggu ajang domestik.
Sementara Holland Sport (Belanda), Honved (Hungaria), dan AB (Denmark) menolak tampil.
Rot-Weiss Essen dipilih untuk mewakili Jerman Barat usai bersinar pada beberapa tahun terakhir. Mereka menjuarai DFB Pokal 1953 dan liga 1955. Salah satu kunci sukses adalah keberadaan striker tajam Helmut Rahn, yang juga membantu negara menjuarai Piala Dunia 1954.
Sementara keberadaan Saabrucken sebenarnya patut dipertanyakan. Mereka memenangkan kompetisi regional Oberliga Sudwest 1952 dan melangkah hingga final.
Namun, status klub belum tidak jelas selepas berakhirnya Perang Dunia II. Mereka berada di Saarland, kawasan barat daya Jerman yang diduduki Prancis pada 1947-1956. Negeri Anggur kemudian mendorong Saarland untuk merdeka. Saarland bahkan sempat jadi anggota FIFA dan memiliki tim nasional yang mengikuti kualifikasi Piala Dunia 1954.
Padahal Saarland tidak memiliki kompetisi domestik karena klub-klub di kawasan tersebut memilih berpartisipasi ke Jerman Barat.
Terlepas kebingungan, Saabrucken akhirnya tetap berpartisipasi.
Advertisement
Undian Sulit
Kedua klub kurang beruntung dalam undian karena langsung dipasangkan lawan tangguh. Rot-Weiss Essen bertemu Hibernian, klub asal Skotlandia yang bersinar selepas Perang Dunia II. Sementara Saabrucken menghadapi AC Milan, tim dari Italia dengan pemain berkelas seperti Cesare Maldini, Nils Liedholm, Lorenzo Buffon, dan Juan Schiaffino.
Perbedaan pun terlihat di lapangan. Rot-Weiss Essen tumbang 0-4 pada laga pertama di kandang sendiri. Meski mampu mengimbangi Hibernian pada duel kedua, Rot-Weiss akhirnya tersingkir dan kalah agregat 1-5.
Saabrucken justru hampir membuat kejutan. Pada duel pertama di San Siro, mereka sempat unggul sebelum tertinggal 1-3 saat jeda. Namun, Saabrucken mampu kembali memutar skor dan berjaya 4-3.
Sayang capaian Saabrucken tidak berarti banyak. Enggan lagi meremehkan lawan, Milan tampil lebih disiplin pada pertandingan kedua dan unggul 4-1 untuk menang agregat 7-5.
Tidak Ketagihan
Mencicipi gemerlap edisi perdana Piala Champions, Rot-Weiss Essen dan Saarbrucken semestinya ketagihan. Namun, keduanya justru melempem.
Saarbrucken tidak lagi bisa mendapat jalur mudah karena Saarland akhirnya masuk bagian Jerman Barat pada 1957. Mereka kemudian berpartisipasi di edisi perdana liga profesional Bundesliga mulai 1963. Namun Saarbrucken cuma beberapa kali berada di sana, terakhir pada 1993.
Sedangkan Rot-Weiss Essen gagal mengulang capaian 1955. Mereka terombang-ambing dan terakhir kali mengikuti Bundesliga pada 1977.
Saarbrucken kini berada di kasta ketiga dengan Rot-Weiss Essen satu tingkat lebih buruk dalam sistem kompetisi sepak bola Jerman.
Advertisement