Uni Eropa Siap Sanksi Myanmar Terkait Kudeta Militer

Uni Eropa siap lancarkan sanksi kepada Myanmar akibat kudeta militer terhadap Aung San Suu Kyi.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 23 Feb 2021, 11:06 WIB
Para pengunjuk rasa turun ke jalan saat demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar pada Sabtu (6/2/2021). Mereka menyerukan pembebasan pemimpin sipil terpilih, Aung San Suu Kyi, beserta para politikus lainnya yang telah ditahan sejak kudeta pada hari Senin. (STR / AFP)

Liputan6.com, Brussel - Uni Eropa siap menerapkan sanksi terhadap pemimpin militer di Myanmar. Keputusan diambil setelah pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa di Brussel pada Senin 22 Februari. 

Dalam pernyataannya, Uni Eropa berkata "siap untuk mengadopsi tindakan restriktif yang menarget pihak-pihak yang secara langsung bertanggung jawab pada kudeta militer dan kepentingan ekonomi mereka."

Dilansir DW.com, Selasa (23/2/2021), Uni Eropa turut meminta adanya de-eskalasi pada krisis Myanmar yang dimulai sejak kudeta 1 Februari 2021. Selain itu, Uni Eropa meminta agar Aung San Suu Kyi segera dibebaskan.

Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas berkata Uni Eropa akan menggunakan segala cara diplomatik untuk memastikan agar konflik di Myanmar mereda.

Sebelumnya, Inggris dan Kanada sudah memberikan sanksi. PBB juga memberi peringatan kepada militer Myanmar bahwa kudeta tidak memiliki tempat di dunia modern.

Load More

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Inggris Jatuhkan Sanksi ke 3 Jenderal Myanmar Terkait Kudeta

Orang-orang memberi hormat tiga jari setelah seruan untuk protes keluar di media sosial di Yangon, Myanmar, 3 Februari 2021. Kudeta militer Myanmar terus memicu protes warga dengan membunyikan klakson mobil, menyalakan lampu ponsel, dan memukul-mukul panci. (STR/AFP)

Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris Dominic Raab mengumumkan sanksi terhadap petinggi militer Myanmar atas pelanggaran HAM pasca-kudeta militer terhadap Aung San Suu Kyi. Tiga orang yang diberi sanksi menjabat di level menteri.

Tiga menteri Myanmar itu adalah Jenderal Mya Tun Oo (menteri pertahanan), Letjen Soe Htut (menteri dalam negeri), dan Letjen Than Hlaing (wakil menteri dalam negeri). 

Jenderal Mya Tun Oo disanksi karena pelanggaran berat yang dilakukan militer, sementara dua lainnya disanksi karena pelanggaran HAM oleh kepolisian.

"Militer dan polisi Myanmar telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat, termasuk pelanggaran hak untuk hidup, hak kebebasan berkumpul, hak untuk tidak ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang, dan hak atas kebebasan berekspresi," demikian pernyataan resmi dari Kedutaan Besar Inggris di Indonesia, Jumat (19/2).

Sanksi ini turut diberikan oleh Kanada yang juga bagian dari negara Persemakmuran (Commonwealth). Totalnya, ada 16 tokoh militer di Myanmar yang dijatuhkan sanksi.

Mereka semua kini dilarang masuk Inggris, menyalurkan uang lewat bank-bank Inggris, atau mengambil keuntungan dari ekonomi Inggris.


Tolak Dukung Pemerintah Militer

Para narapidana yang akan segera dibebaskan berada di atas truk saat pemberian amnesti yang menandai peringatan 74 tahun Hari Persatuan Myanmar di penjara Insein di Yangon, Myanmar, Jumat (12/2/2021). Kedua perintah tersebut ditandatangani oleh pemimpin junta militer Min Aung Hlain. (AP Photo)

Duta Besar Inggris di Indonesia, Owen Jones, berkata Inggris telah mengambil langkah yang terukur dalam menjatuhkan sanksi kepada tokoh militer dan politik Myanmar. 

"Tindakan ini menargetkan individu - bukan negara - dan merupakan upaya untuk menunjukan kepatuhan terhadap sistem internasional berbasis aturan serta membela korban-korban pelecehan dan pelanggaran HAM di dunia," jelas Owen.

Pemerintah Inggris terus melakukan upaya agar tidak memberikan dukungan kepada pemerintah militer Myanmar yang merupakan hasil kudeta. Program-program dukungan untuk pemerintah kini sudah dihentikan, dan program yang direncanakan ditutup. 

Inggris akan tetap memberi bantuan untuk kelompok rentan dan miskin di Myanmar.

Lebih lanjut, Inggris mendukung pemimpin ASEAN - yang mengingatkan kita semua bahwa kepatuhan pada prinsip-prinsip demokrasi dari piagam ASEAN. Inggris juga menyerukan dialog, rekonsiliasi, dan kembali normal sesuai dengan keinginan dan kepentingan rakyat Myanmar.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya