Pandemi Covid-19, Festival Telanjang di Jepang Digelar untuk Orang-Orang Terpilih

Di waktu normal, Festival Telanjang di Jepang acap kali membuat peserta pulang dengan beberapa luka memar dan sendi yang terkilir.

oleh Putu Elmira diperbarui 23 Feb 2021, 17:02 WIB
Sejumlah pria Jepang bertelanjang dada dalam acara Hadaka Matsuri atau Festival Pria Telanjang, Jepang, Sabtu (18/2). Mereka berdesakan untuk mendapatkan tongkat suci sebagai simbol keberuntungan. (AFP PHOTO / Behrouz MEHRI)

Liputan6.com, Jakarta - Setahun lalu, ribuan orang berkumpul dan menghadiri perayaan tahunan Jepang, Hadaka Matsuri. Acara yang juga dikenal sebagai Festival Telanjang ini, kala itu digelar di prefektur Okayama di bagian selatan Pulau Honshu.

Kerumunan dalam Festival Telanjang tersebut tentunya tak dapat disaksikan lagi dalam waktu dekat. Pasalnya, saat ini dunia tengah berjuang melawan pandemi Covid-19 dan pencegahan transmisi terus dilakukan, salah satunya dengan menjaga jarak fisik.

Dilansir dari laman CNN, Selasa (23/2/2021), dikenal juga sebagai Saidaiji Eyo, Hadaka Matsuri berlangsung pada hari Sabtu ketiga bulan Februari di Kuil Saidaiji Kannonin. Tahun ini, pandemi Covid-19 memaksa penyelenggara mengurangi banyak hal secara signifikan.

Hadaka Matsuri digelar untuk merayakan berkah dari panen yang melimpah, kemakmuran, dan kesuburan. Di waktu normal, acara dimulai pada sore hari dan diikuti anak laki-laki guna menumbuhkan minat generasi muda.

Pada malam hari, sekitar 10 ribu peserta pria menghabiskan satu atau dua jam berlarian di sekitar halaman kuil dalam persiapan dan menyucikan diri dengan air dingin, sebelum menjejalkan diri ke dalam bangunan utama kuil. Para peserta tak secara harfiah telanjang seperti nama festivalnya.

Mereka mengenakan pakaian minim, biasanya cawat Jepang yang disebut "fundoshi" dan sepasang kaus kaki putih atau biasa dikenal sebagai "tabi". Saat lampu padam pada pukul 10 malam, seorang pendeta melemparkan 100 ikat ranting dan dua tongkat shingi suci sepanjang 20 centimeter (cm) ke kerumunan dari jendela setinggi empat meter.

Para peserta lantas berdesakan mengambil salah satu bungkusan dan atau kedua tongkat itu. Siapa saja yang berhasil, dijamin mendapat keberuntungan sepanjang tahun, menurut legenda.

Shingi lebih dicari daripada ranting. Acara Hadaka Matsuri berlangsung sekitar 30 menit. Penyelenggarannya acap kali membuat peserta pulang dengan beberapa luka memar dan sendi yang terkilir.

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Alasan Tak Dibatalkan Secara Menyeluruh

Sejumlah pria Jepang bertelanjang dada dalam acara Hadaka Matsuri atau Festival Pria Telanjang, Jepang, Sabtu (18/2). Mereka berdesakan untuk mendapatkan tongkat suci sebagai simbol keberuntungan. (AFP PHOTO / Behrouz MEHRI)

Peserta biasanya datang dari seluruh Jepang dan beberapa dari luar negeri. Namun, acara Hadaka Matsuri tahun ini, yang berlangsung pada 20 Februari, terbatas hanya untuk kelompok terpilih. Mereka terdiri dari 100 atau lebih pria yang telah menangkap shingi dalam beberapa tahun terakhir, dan tertutup untuk penonton.

Alih-alih memperebutkan tongkat, para pria berkumpul di Kuil Saidaiji Kannonin untuk berdoa bagi kesuburan, berakhirnya pandemi, dan perdamaian dunia, sembari mengamati langkah-langkah keamanan, termasuk menjaga jarak fisik. Lantas, apa yang membuat penyelenggara tak membatalkan seluruh acara?

Pihaknya mencatat bahwa acara itu telah terus terselenggara selama lebih dari 500 tahun tanpa gangguan. "Dalam diskusi dengan imam kepala dan anggota komite, kami telah mencapai kesimpulan bahwa kami perlu mendoakan Eyo sekarang," kata ketua Saijaiji Eyo Minoru Omori.

Eyo berhubungan dengan istilah yang disebut "ichiyo-raifuku," yang berarti "menahan musim dingin yang keras dan mencapai kehangatan musim semi". "Dengan kata lain, kita berdoa untuk keberuntungan setelah terus-menerus mengalami hal-hal buruk," jelas Omori.


Naruhito Kaisar Baru Jepang

Infografis Naruhito Kaisar Baru Jepang. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya