Liputan6.com, New York: Anak-anak dengan gejala asma dilaporkan sering merasa ngantuk sepanjang hari dibandingkan teman-teman seumuran mereka yang sehat. Rasa lelah pada anak-anak itu kemungkinan disebabkan oleh pengobatan yang diterimanya.
"Kami hanya menemukan bahwa anak-anak yang mengalami gejala (asma) sering mengalami ngantuk. Sedangkan pada anak-anak yang jarang mengalami gejala dilaporkan tidak sering mengantuk dibandingkan anak-anak sehat. Ini menunjukkan bahwa pengobatan efektif pada asma bisa meningkatkan rasa kantuk," kata Annette van Maanen, yang memimpin penelitian di University of Amsterdam di Belanda seperti dikutip laman Health24, Kamis (1/11).
Penelitian itu diterbitkan dalam European Respiratory Journal. Van Maanen dan timnya meneliti 2.529 anak-anak berusia 11 tahun sebagai subyeknya. Dalam kelompok itu, 317 anak-anak memiliki gejala asma, yang dipecah menjadi 97 orang dengan gejala yang sering dan 220 dengan gejala yang jarang.
Analisa multivarian menemukan secara signifikan bahwa rata-rata rasa kantuk lebih tinggi pada siang hari dialami 97 anak-anak yang sering mengalami gejala. Di sisi lain, 34,4 persen dilaporkan mengalami kantuk di siang hari atau kelelahan setidaknya sekali dalam seminggu, dibandingkan dengan 22,2 persen anak-anak yang jarang mengalami gejala, dan 21,9 persen anak-anak yang sehat.
Data itu terdiri dari laporan pribadi, dengan orangtua yang melaporkan anak mereka yang mengalami gejala asma. Anak-anak mereka dilaporkan pada malam hari tidur dengan berkualitas dan siang harinya mengantuk.
Menariknya, anak-anak penderita asma yang ikut penelitian tidak terlihat kurang tidur atau lebih buruk dari yang lain. Itu menimbulkan pertanyaan tentang penyebab kantuk di siang hari.
"Jeleknya kualitas tidur menjadi masalah tidur, tidur sepanjang malam dan perasaan tidak bisa istirahat setelah tidur. Jadi, anak dengan gejala asma yang terus-menerus dilaporkan memiliki satu atau lebih aspek positif, misalnya sedikit terbangun di malam hari. Tetapi durasi tidur mereka dan kualitas tidur mungkin tidak memuaskan dan bisa menyebabkan rasa kantuk dan kelelahan di siang hari," jelas Maanen.
Pada studi sebelumnya memang ditemukan hubungan asma dan kualitas tidur pada anak. "Perbedaan metodologi yang diadopsi mungkin bisa menjelaskan variasi dalam temuan," ujar Dr Ashok Shah dari University of Delhi di India.
Asma secara medis dikenal sebagai penyakit saluran napas reaktif. Gejala asma terjadi ketika saluran napas meradang dan menyempit yang membuatnya sulit bernapas. Apa yang menyebabkan asma atau mengapa asma bisa terjadi belum diketahui, tapi beberapa telah menyinggung hal itu bisa karena faktor lingkungan sepertgi paparan alergen polusi.
Banyak peneliti yang mencari faktor genetik asma yang didasarkan pada kenyataan bahwa seseorang cenderung terkena asma jika anggota keluarganya juga memilikinya. Apapun penyebabnya, kondisi ini serius dan terkadang fatal sehingga harus dikelola dengan baik.
Penderita asma sering batuk di malam hari, bengek, dan sesak napas yang bisa mengganggu tidur mereka. Ada beberapa mekanisme yang mungkin bisa menjelaskan mengapa malam hari bisa memperburuk gejala asma. Pertama, resisten saluran napas meningkat sepanjang malam, dan semakin jauh lebih besar jika penderitanya tidur.
Kedua, bukti menunjukkan bahwa fungsi saluran napas terbaik sebelum tidur dan menurun setelah tidur. Artinya semakin banyak orang asma tidur, semakin besar kerugian pada paru-paru mereka.
Untuk penderita asma, terutama anak-anak sangat penting tidur cukup. Dan salah satu pemicu umum pada malam hari biasanya debu. Gejala asma nokturnal yang muncul di malam hari mungkin hasil dari menurunnya fungsi pernapasan saat tidur. Kondisi ini bisa dibantu dengan meminum obat antiinflamasi.(MEL)
"Kami hanya menemukan bahwa anak-anak yang mengalami gejala (asma) sering mengalami ngantuk. Sedangkan pada anak-anak yang jarang mengalami gejala dilaporkan tidak sering mengantuk dibandingkan anak-anak sehat. Ini menunjukkan bahwa pengobatan efektif pada asma bisa meningkatkan rasa kantuk," kata Annette van Maanen, yang memimpin penelitian di University of Amsterdam di Belanda seperti dikutip laman Health24, Kamis (1/11).
Penelitian itu diterbitkan dalam European Respiratory Journal. Van Maanen dan timnya meneliti 2.529 anak-anak berusia 11 tahun sebagai subyeknya. Dalam kelompok itu, 317 anak-anak memiliki gejala asma, yang dipecah menjadi 97 orang dengan gejala yang sering dan 220 dengan gejala yang jarang.
Analisa multivarian menemukan secara signifikan bahwa rata-rata rasa kantuk lebih tinggi pada siang hari dialami 97 anak-anak yang sering mengalami gejala. Di sisi lain, 34,4 persen dilaporkan mengalami kantuk di siang hari atau kelelahan setidaknya sekali dalam seminggu, dibandingkan dengan 22,2 persen anak-anak yang jarang mengalami gejala, dan 21,9 persen anak-anak yang sehat.
Data itu terdiri dari laporan pribadi, dengan orangtua yang melaporkan anak mereka yang mengalami gejala asma. Anak-anak mereka dilaporkan pada malam hari tidur dengan berkualitas dan siang harinya mengantuk.
Menariknya, anak-anak penderita asma yang ikut penelitian tidak terlihat kurang tidur atau lebih buruk dari yang lain. Itu menimbulkan pertanyaan tentang penyebab kantuk di siang hari.
"Jeleknya kualitas tidur menjadi masalah tidur, tidur sepanjang malam dan perasaan tidak bisa istirahat setelah tidur. Jadi, anak dengan gejala asma yang terus-menerus dilaporkan memiliki satu atau lebih aspek positif, misalnya sedikit terbangun di malam hari. Tetapi durasi tidur mereka dan kualitas tidur mungkin tidak memuaskan dan bisa menyebabkan rasa kantuk dan kelelahan di siang hari," jelas Maanen.
Pada studi sebelumnya memang ditemukan hubungan asma dan kualitas tidur pada anak. "Perbedaan metodologi yang diadopsi mungkin bisa menjelaskan variasi dalam temuan," ujar Dr Ashok Shah dari University of Delhi di India.
Asma secara medis dikenal sebagai penyakit saluran napas reaktif. Gejala asma terjadi ketika saluran napas meradang dan menyempit yang membuatnya sulit bernapas. Apa yang menyebabkan asma atau mengapa asma bisa terjadi belum diketahui, tapi beberapa telah menyinggung hal itu bisa karena faktor lingkungan sepertgi paparan alergen polusi.
Banyak peneliti yang mencari faktor genetik asma yang didasarkan pada kenyataan bahwa seseorang cenderung terkena asma jika anggota keluarganya juga memilikinya. Apapun penyebabnya, kondisi ini serius dan terkadang fatal sehingga harus dikelola dengan baik.
Penderita asma sering batuk di malam hari, bengek, dan sesak napas yang bisa mengganggu tidur mereka. Ada beberapa mekanisme yang mungkin bisa menjelaskan mengapa malam hari bisa memperburuk gejala asma. Pertama, resisten saluran napas meningkat sepanjang malam, dan semakin jauh lebih besar jika penderitanya tidur.
Kedua, bukti menunjukkan bahwa fungsi saluran napas terbaik sebelum tidur dan menurun setelah tidur. Artinya semakin banyak orang asma tidur, semakin besar kerugian pada paru-paru mereka.
Untuk penderita asma, terutama anak-anak sangat penting tidur cukup. Dan salah satu pemicu umum pada malam hari biasanya debu. Gejala asma nokturnal yang muncul di malam hari mungkin hasil dari menurunnya fungsi pernapasan saat tidur. Kondisi ini bisa dibantu dengan meminum obat antiinflamasi.(MEL)